Judul Buku: A Tribute to Ali Wardhana
Penulis: Ali Wardhana, Mari Pangestu (Ed)
Penerbit: Kompas
Tebal Buku: xiii+306 halaman
Tahun Terbit: 2015
Pada resensi sebelumnya, buku yang dibahas memang mengenai sisi personal Profesor Ali Wardhana yang ditulis oleh kawan dan keluarganya, buku yang satu ini juga berisi mengenai tulisan-tulisan dan pidato-pidato beliau dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Ia salah satu anak bangsa paling terkenal di dunia, teman-temannya ialah Lee Kwan Yew, perdana menteri Singapura; Robert S. McNamara, mantan menteri pertahanan Amerika Serikat; Henry Kissinger, mantan menteri luar negeri Amerika Serikat dan masih banyak lagi. Beberapa menganggap dia sebagai orang neoliberal hanya karena lulusan University of California at Berkeley dan tergabung dalam mafia berkeley. Jika memang ia neoliberal, maka orang seperti Pak Ali lah yang dibutuhkan Indonesia, limabelas tahun menjabat sebagai Menteri Keuangan adalah testimoni kemampuan beliau dalam bekerja untuk bangsa dan negara. Seperti apa ringkasan pemikirannya, silakan disimak dalam ulasan singkat ini.
Salah satu yang akan saya bahas sedikit yakni tulisan beliau mengenai Structural Adjustment (SA) in Indonesia yang berisikan mengenai reformasi dibidang ekonomi. Menurut Ali Wardhana, reformasi ekonomi tidak terjadi karena sendirinya, melainkan karena ada krisis yang melanda di negara terkait. Program SA ini dilaksanakan untuk memperbaiki hal tersebut dengan beberapa alasan seperti: Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan pusat dari kebijakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi membutuhkan pertumbuhan ekspor untuk membayar biaya impor dan hutang, proteksi dan kontrol dari pemerintah, keuntungan dari deregulasi dan pertumbuhan ekonomi harus disebarluaskan ke seluruh wilayah Indonesia, dan masih banyak alasan lainnya yang membuat pelaksanaan program ini penting, terutama untuk menghadapi kenaikan harga minyak di tahun 1985. Akan tetapi, dalam pembenahan harga akan dikembalikan kepada pasar yang kompetitif (invisible hand).
Program SA ini dikeluarkan oleh Bank Dunia bersamaan dengan program stabilisasi dari Dana Moneter Internasional. Tujuan dari kedua program ini adalah melakukan reformasi ekonomi di lingkungan-lingkungan yang ekonominya tidak stabil dan terdapat inflasi yang tinggi. Inflasi harus dibasmi karena memutarbalikkan harga-harga sembako dan komoditas, yang berbahaya lagi, seseorang bisa mendapatkan keuntungan dari inflasi. Tidak sedikit pebisnis dan konglomerat yang menaruh investasi besar saat terjadi inflasi dan diuntungkan dengan hal itu, padahal banyak hal lain yang bisa dilakukan demi meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Pertumbuhan produktivitas sejatinya merupakan pusat dari pembangunan ekonomi, namun inflasi menyedot sumberdaya untuk menjauh dari pembangunan tersebut. Bagi Pak Ali, tidak berguna memulai reformasi berbasis pasar jika inflasi menghilangkan segalanya.
Krisis yang ada dalam sebuah ekonomi yang tidak stabil membuat para ekonom dan pembuat kebijakan menjauh dari reformasi ekonomi dalam sistem ekonomi dan politik suatu negara. Apalagi krisis ini menimbulkan defisit yang membuat negara terlanda tidak mampu melakukan reformasi cukai dan pengembangan pasar finansial. Adapun salah satu komponen stabilisasi adalah privatisasi namun harus dapat dikendalikan oleh pemerintah. Pengaturan ekonomi makro pun bukanlah hal yang asing bagi Indonesia, ujar Ali Wardhana dalam buku ini. Kenapa? Pada tahun 1970an dimana pernah ada permasalahan di pertamina, Pak Ali menyampaikan bahwa hal itu sebenarnya blessing in disguise, karena masalah itu, Indonesia tidak terkena dampak krisis Oil Boom pada tahun 1980an.
Menurut Pak Ali, SA merupakan sebuah konsep yang sangat luas pemaknaannya, maka dari itu penerapan di Indonesia pun disederhanakan menjadi tiga komponen utama dalam pelaksanaannya: membenahi harga komoditas, membiarkan pasar berjalan dengan sendirinya dan mereformasi lembaga negara. Dapat dicermati bahwa sudut pandang yang digunakan oleh SA benar-benar sesuai dengan teori pembangunan ekonomi neoklasik. Bagian utamanya adalah pembenahan harga barang di pasar dan disesuaikan dengan harga komoditas yang langka di pasaran. Inilah tujuan para ekonom pada dasarnya, mencari harga yang tepat. Untuk menyelesaikan masalah perekonomian di Indonesia, sekiranya saran Ali Wardhana didengarkan dan para mahasiswa tidak terlalu banyak berdemonstrasi dan lebih sering berhitung, mungkin usaha pengentasan kemiskinan akan lebih cepat terlaksana. Adapun ternyata untuk buku seorang “mafia” harga yang dipatok tidak terlalu mahal, buku ini ialah mahakarya ekonomi anak bangsa, bukan sekedar retorika belaka. (rez)