Menyederhanakan Bare-Life ala Agamben dalam Bahasa Indonesia

By A. Faricha Mantika & Reza Hikam

Konsep bare-life dari Agamben memberikan kondisi pada individu untuk terekslusi/dikecualikan/dikeluarkan dari yurisdiksi hukum, tetapi pada saat yang bersamaan, dia masih terinklusi/termasuk dalam yurisdiksi hukum.

Bayangkan kondisi ini. Dalam suatu negara/komunitas politik, dengan penguasa yang berdaulat, individu melakukan tindak kejahatan yang membuatnya dicabut hak-haknya dalam komunitas politik itu, dia tidak lagi dilindungi, penguasa komunitas politik itu menimpakan suatu kondisi pengecualian padanya. Kondisi pengecualian apa? Bahwa ia dicabut hak-haknya oleh penguasa, dia dikeluarkan (dieksklusi) dari komunitas politik tersebut, tidak lagi mendapat perlindungan, tetapi, pada saat yang bersamaan, dia masih termasuk (terinklusi) dalam yurisdiksi hukum komunitas politik itu.

Hukum yang mengikat dia dari komunitas politik yang mengeksklusinya ialah hukum bahwa ia dinyatakan tidak dilindungi lagi oleh yurisdiksi hukum komunitas politik itu dan telah dicabut hak-haknya. Pada saat ini, individu itu telah terekslusi namun masih terinklusi secara yurisdiksi hukum.

Bagaimana ia menyelamatkan dirinya? Individu ini bisa pergi ke komunitas politik/negara lain dan mencoba mendapat hak-hak politik dan sosial baru. Tetapi, ini pun tidak menghapus kenyataan bahwa ia kehilangan hak dan dieksklusi secara yuridis hukum di komunitas politik sebelumnya.

Konsep Zoos yang diulas oleh Agamben di atas dalam bahasa Inggris memang disebut sebagai bare-life yang diterjemahkan sebagai “hidup-telanjang” oleh Agus Sudibyo dalam bukunya “Demokrasi dan Kedaruratan”, namun mengacu pada penjelasan di atas, bare-life dapat dijelaskan sebagai barely able to live, di mana seorang manusia kewalahan/kesulitan untuk menjalankan hidupnya, karena hukuman yang membuat ia kehilangan haknya sebagai warga negara.

Hal ini berkaitan juga dengan apa yang sempat disampaikan oleh Joash Tapiheru mengenai hilangnya hak kewarganegaraan seseorang sebagai sistem penal Romawi di mana seseorang akan menjadi budak untuk membayar hutang atau menyelesaikan perkara hukumnya.

Posisi budak di sini berdampak pada kehidupan seseorang yang tidak lagi sebagai warga negara, namun pengikut/budak dari warga negara (majikan) guna menyelesaikan masalahnya. Pada akhirnya ia tereksklusi dari masyarakat yang dulunya ia menjadi bagian darinya.

Melalui uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa arti dari bare-life adalah “Hidup Segan”. Seperti kehidupan pada umumnya di dunia modern ini, hidup segan mati tak mau.(*)