Judul Buku: Behind The Scenes at The WTO
Penulis: Fatoumata Jawatra & Aileen Kwa
Penerbit: Zed Books
Tebal Buku: xvii+329 halaman
Tahun Terbit: 2003
Serentetan resensi saya akhir-akhir ini memang membahas kepada Dunia Internasional, karena terasa maupun tidak terasa, apa yang terjadi diluar sana ternyata berdampak pada kehidupan kita sehari-hari. Semenjak pembahasan Globalisasi, mulai lah saya paham bahwa seluk beluk kehidupan kita memang sudah ter-internasional-kan. Banyak barang impor yang kita pakai, bahkan laptop yang saya gunakan untuk menulis resensi-resensi saya adalah barang impor. Adanya sirkulasi barang dari luar negeri tidak terlepas dari suatu organisasi yang mengatur arus keluar masuk barang (ekspor-impor) ke suatu negara dan organisasi itu kita kenal sebagai World Trade Organization (WTO). Buku ini adalah sebuah kesaksian dan testimoni akan kekuatan organisasi tersebut.
WTO yang bermarkas di Genewa terdiri dari 146 negara anggota yang 4/5 nya adalah negara berkembang. Dicetuskan pada tahun 1995 sebagai tindak lanjut dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) sebagai hasil dari Uruguay Round yang membahas mengenai negosiasi perdagangan multilateral. WTO seringkali dipandang sebagai organisasi esoterik yang mengatur mengenai perdagangan dunia tapi tidak dapat dilihat oleh orang biasa (kasat mata). WTO adalah organisasi yang menetapkan sistem perdagangan multilateral (Multilateral Trading System) yang memiliki efek langsung terhadap kehidupan sehari-hari. Ketetapan yang dikeluarkan organisasi ini terkadang membuat negara anggotanya mengubah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), kebijakan pertanian dan perindustrian, layanan penyedia kebutuhan pokok, bahkan sampai mendesak untuk perubahan konstitusi di negara terkait. Dampaknya ada pada hal-hal seperti pekerjaan, pemasukan, harga barang yang harus dibayar masyarakat saat membeli barang impor yang nantinya berdampak juga pada pasar lokal yang harus berkompetisi dengan produk import.
Pasca Uruguay Round, pondasi dasar dari WTO dimulai pada tahun 1995 dimana mereka bisa mengatur hal-hal diluar kemampuan dari GATT seperti tekstil, pertanian, bisnis pelayanan, dan HAKI. Karena itu WTO dapat memberikan dampak langsung pada kehidupan masyarakat dunia, terutama pada negara-negara berkembang yang tidak hanya berbentuk pekerjaan dan pemasukan, tapi juga bisnis pelayanan yang akan berdampak pada penyediaan dan pengaturan pelayanan publik seperti jaminan kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi. Seperti yang disebutkan oleh Finger dan Shuler bahwa WTO memiliki etika yang merkantilis, seperti: perjanjian-perjanjian yang mereka lakukan adalah hasil tekanan dari negara-negara maju, melembagakan akses korporasi kedalam pasar dan eksploitasi sumberdaya di negara berkembang.
WTO adalah lembaga yang unik dalam tatarannya, karena mereka bisa memaksakan perjanjian dengan sanctions (sanksi), meskipun dalam prakteknya sanksi ini seringkali tidak efektif di negara-negara sedang berkembang. Perjanjian yang dilakukan oleh WTO seringkali menjadi preseden akan perjanjian dari organisasi lain. Lebih lagi, WTO menganggap pengampunannya sebagai liberalisasi progresif dari perdagangan internasional di wilayah operasi mereka. Banyak negara berkembang sudah menurunkan cukai mereka lebih dari yang diminta WTO sebelum Uruguay Round. Dibawah Structural Adjustment Programmes yang didukung oleh IMF dan Bank Dunia, Uruguay Round telah berdampak pada negara-negara berkembang dengan membatasi kemampuan mereka dalam menaikkan cukai saat keadaan memang memaksa mereka dalam melakukan hal tersebut.
Hal lain yang tak kalah memusingkan adalah saat suatu negara ingin bergabung dengan WTO harus melakukan banyak kebijakan dan kegiatan dimana prosesnya sangat berat dan memakan waktu seperti Cina yang membutuhkan waktu limabelas tahun untuk lolos dalam tahap verifikasi dan bergabung dengan WTO. Banyak negara sedang berkembang lainnya enggan masuk kedalam WTO karena sulitnya dalam proses verifikasi tersebut, sehingga memunculkan pertanyaan diantara mereka “apakah kita akan diterima?”. Banyak negara yang ingin bergabung pasca GATT merasakan betapa keras dan sulitnya untuk masuk kedalam organisasi ini.
Memang WTO adalah organisasi yang selalu membuat kekacauan ekonomi dengan pemaksaan kebijakan yang mereka lakukan, tapi memang sudah ghirah manusia dalam berorganisasi yang melahirkan WTO dan saudara-saudaranya. WTO memang adalah agen neoliberalisme terbesar didunia, protes 1999 pun tidak mampu menumbangkan kekuatan yang sudah menjadi lambang globalisasi ini. (rez)