Perusahaan Pertembakauan Hantam Free Speech

Judul Buku Censorship Inc.

Penulis Lawrence Soley

Penerbit Monthly Review Press

Tebal Buku xi+308 halaman

Tahun Terbit 2002

Kebebasan berekspresi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia, biasanya dikenal dengan kalimat “Free Speech”. Hal tersebut diatur dalam First Amandement di Amerika Serikat. Sampai ke seluruh dunia diakui bahwa manusia bebas berbicara apa saja. Tapi apakah benar itu maksud dari Free Speech? Lawrence Soley tidak memberikan jawaban secara langsung “Ya” atau “Tidak”, tapi menjelaskannya melalui bukunya yang satu ini.

Buku ini diawali dengan studi kasus mengenai perusahaan rokok yang ada di Amerika pada tahun 1998 dimana mereka dilarang memberikan iklan untuk anak dibawah umur. Para pengusaha rokok mengadukan peraturan ini karena menginjak-injak kebebasan berbicara mereka (dalam hal ini memasang iklan). Namun para pengusaha ini rela hak mereka dari “Amandemen Pertama” terabaikan jika para “Congressman” mau menutupi klaim pertanggungjawaban tahunan mereka, dengan kata lain, mereka mau menjual hak mereka dengan harga yang tepat.

Bahkan untuk melawan pelarangan terhadap pengiklanan rokok, Perusahaan rokok milik Phillip Morris mengadakan lomba esai mengenai hak “Amandemen Pertama” dalam pengiklanan rokok. Iklan mengenai lomba itu tampil disemua majalah di Amerika seperti The New Yorker dan New York Times, meminta para peserta lomba untuk menulis mengenai kenapa pelarangan iklan rokok melanggar kebebasan berbicara. Tujuan utama dari lomba tersebut adalah bahwa pelarangan iklan rokok dapat mengancam warga negara Amerika Serikat dalam menggunakan hak dari Amandemen Pertama.

Lomba menulis esai diatas telah menjadi gambaran kemunafikan dari konglomerat pengusaha rokok, bahwa milyader seperti Phillip Morris digambarkan hanya sebagai warga biasa yang ditekan oleh pemerintah. Sejatinya ia bukanlah warga biasa, dia adalah seorang pengusaha kaya dan seorang jutawan yang pemasukannya bahkan lebih besar daripada PDB dari negara-negara seperti Iraq, Chile, dan beberapa negara lainnya. Kontes tersebut pun dengan salah mengimplikasikan bahwa iklan komersial akan mendapatkan perlindungan yang sama dari Amandemen Pertama seperti pidato politik, sejatinya tidak, iklan komersial mendapatkan prioritas lebih sedikit dibanding pidato politik dan sejenisnya.

Ironisnya, saat mereka (pengusaha rokok/tembakau)  berteriak tentang kebebasan berbicara atau berpendapat, disisi lain mereka menggunakan profitnya untuk menekan informasi mengenai bahaya dari merokok selama puluhan tahun. Pada dekade 40 sampai 50-an, televisi yang disponsori oleh perusahaan rokok dilarang menampilkan dalam bentuk apapun mengenai resiko merokok, bahkan dalam bentuk kalimat yang secara implisit mengatakan bahwa merokok membawa penyakit. Soley mengambil contoh acara milik Jack Benny dimana ia tidak diperbolehkan untuk membicarakan kanker karena disponsori oleh perusahaan rokok. Adapun saat majalah membicarakan mengenai kanker, perusahaan rokok langsung menarik iklan mereka untuk menghukum mereka secara finansial, 22 dari 36 majalah menolak untuk memberitakan atau menulis permasalahan resiko merokok karena mereka tidak ingin pendanaan mereka terpotong hanya karena satu artikel atau pemberitaan saja.

Seperti yang dikatakan oleh salah seorang eksekutif dari Psychology Today bahwa mereka tidak menerima iklan anti rokok, karena mereka mendapatkan banyak uang dari perusahaan rokok dan tidak mau menyinggung perasaan investor mereka. Bahkan agen iklan pun tidak lepas dari murka para pengusaha rokok, seperti Saatchi and Saatchi (sebuah agen iklan di Amerika) mengembangkan iklan pelarangan merokok di pesawat untuk Northwest Airlines, perusahaan rokok R.J. Reynolds langsung menarik bisnis iklan nya dengan Saatchi and Saatchi melalui perusahaan induknya R.J.R. Nabisco yang memproduksi biskuit, karena Saatchi and Saatchi tidak menangani iklan rokok, maka perusahaan rokok seperti R.J. Reynolds menghukumnya melalui perusahaan induknya yang memproduksi biskuit tapi menaruh iklan di Saatchi and Saatchi.

Contoh-contoh kejadian diatas hanyalah sebagian kecil studi kasus yang diperlihatkan oleh Lawrence Soley dalam bukunya ini yang menggambarkan mengenai kemunafikan-kemunafikan perusahaan. Soley adalah profesor ilmu komunikasi di Universitas Marquette di Milwaukee. Bidang studi yang ia geluti membuatnya berkompeten untuk berbicara mengenai “Free Speech” dan analisanya yang menggunakan teori-teori marxian makin menarik pembaca untuk menyelidiki cerita dan berita yang ada dalam bukunya ini.(rez)