Judul Buku: Prof. Dr. Ali Wardhana
Penulis: ed. Marzuki Usman
Penerbit: PP ISEI
Tebal Buku: 392 halaman
Tahun Terbit: Januari, 2017
Ekonomi selalu menjadi subjek yang menarik untuk dibahas dalam keseharian, karena ilmu tersebut muncul untuk pemenuhan kebutuhan. Teori-teori yang dimunculkan pun menggugah rasa ingin tahu semakin dalam. Namun pembahasan mengenai ekonom ternyata tidak kalah menarik dibanding teori ekonomi. Beberapa ekonom internasional kerapkali kita ketahui semacam Alan Greenspan, Ernest Mandel dan sebagainya, akan tetapi, terkadang kita lupa bahwasanya Indonesia sendiri melahirkan banyak ekonom cemerlang. Para ekonom ini berkembang pesat dan bahkan menjadi teknokrat saat Soeharto naik tahta, dengan memasukkan mereka kedalam kabinet, maka Pak Harto melakukan sesuatu yang gagal diperbaiki Bung Karno, yakni perbaikan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Dari semuanya, Ali Wardhana adalah watak utama yang menjadi motor pembaharuan ekonomi Indonesia menuju Welfare State. Buku ini adalah kumpulan tulisan mengenai pemikiran dan sosok Menkeu terlama.
Ali Wardhana merupakan sosok Menteri Keuangan paling ekspresif, seperti yang ditulis oleh Kartini Sjahrir, istri Sutan Sjahrir. Terlepas wajahnya yang terlihat tenang, namun dijelaskan bahwa ia adalah sosok yang tegas dan memang tidak banyak bicara, karena lebih suka langsung kepada inti permasalahan tanpa penjelasan yang njelimet. Menkeu satu ini tergolong keras dalam mendidik keluarganya, dimana, Datta bercerita dalam buku ini bahwa ayahnya tidak mengkehendaki keluarganya untuk menggunakan jejaring yang dimilikinya selaku Menteri Keuangan untuk mencari keuntungan pribadi. Terlepas dari hal itu, dia sangat menyayangi kedua anaknya dan membebaskan mereka untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Adapun hobi yang dimiliki oleh beliau ialah olah raga seperti golf, bowling dan tenis, juga penggemar berat cerutu.
Dalam bekerja, Pak Ali terkesan kolot dan perfeksionis, meskipun begitu, alasan dibaliknya adalah menjaga profesionalitas dan berusaha untuk bekerja semaksimal mungkin. Ia saat menjabat sebagai Menteri Keuangan sejak 1968 menjabat pula sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Direktur CPIS (Center for Policy and Implementation Study), sebuah lembaga think-tank untuk menggodok dan mengevaluasi implementasi kebijakan negara semasa Orde Baru. Kemampuan Bung Ali dalam menganalisa permasalahan ekonomi dan berusaha mencari pemecahan yang menjadi alasan kenapa Soeharto memilihnya sebagai Menteri Keuangan selama tiga periode. Ia lah yang berhasil menurunkan super-inflasi 650% yang menjadi warisan Soekarno setelah digantikan Soeharto pada tahun 1966 menjadi hanya 10% di tahun 1969. Namun dengan berhutang ke IMF dan kelompok pendanaan internasional lain. Akan tetapi memang dalam posisi Indonesia yang masih rapuh, adalah tindakan yang tepat dalam melakukan hal tersebut menurut Emil Salim.
Dalam masa jabatannya, salah satu kelebihan yang dibawa ialah penerapan sistem reward and punishment di Kementerian Keuangan. Tunjangan Kerja (TK) yang diberikan kepada pegawai teladan bisa mencapai 9 kali lipat dibanding gaji yang didapat, tetapi punishment yang diterapkan pun cukup menakutkan, pemotongan gaji 1% setiap terlambat masuk jam kerja, pemotongan gaji 4% jika absen tidak bekerja dan bertambahnya jam kerja. Untuk sistem kedua telah berusaha diduplikasi oleh banyak pejabat lain di era reformasi ini. Adapun ia akan memberikan beasiswa belajar ke luar negeri bagi para birokrat yang berkenan, nampaknya Ali Wardhana tidak ingin mencetak birokrat teknis melainkan teknokrat dalam menahkodai kementerian keuangan era orba.
Banyak sisi-sisi Ali Wardhana yang dimana masyarakat luas tidak begitu memahami. Dia merupakan delegasi Indonesia yang menentang Amerika Serikat, Perancis, Inggris dalam sidang IMF dan World Bank saat negara-negara berkembang tidak pernah diikutkan dalam pengambilan kebijakan strategis mengenai keuangan internasional, dan menjadikan mereka hanya sebagai obyek untuk pembangunan. Di dalam negeri pun, Pak Ali tidak pernah bercekcok dengan instansi lain kecuali dengan Bank Indonesia yang menganggap mereka terlalu liberal dan tidak mau diatur pemerintah, sejak inilah Bank didefinisikan dalam bahasa Indonesia sebagai perusahaan yang berbisnis mengambil/mengerahkan uang dari masyarakat.
Sampai pada titik akhir buku ini selesai tidak pernah sedikit pun beliau bermasalah dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku pengawal harta negara dan ikut serta mendorong akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, sampai pada beberapa titik pernah tidak sepakat dengan Soeharto dan mengundurkan diri. Ia dihancurkan namanya dan dituding sebagai teknokrat oleh kelompok-kelompok baru hanya karena berusaha membangun perekonomian melalui reformasi kebijakan fiskal dan moneter di era Kabinet Pembangunan. Buku ini merupakan tulisan beberapa kolega dan keluarganya yang dihimpun untuk mengilustrasikan seorang Ali Wardhana. (rez)