Pemuda Menjunjung Revolusi dan Nasionalisme

Judul Buku: The Age of Revolution

Penulis: Eric Hobsbawm

Penerbit: Abacus

Tebal Buku: 413 halaman

Tahun Terbit:  2002

Revolusi, kata yang sering dikumandangkan diabad keduapuluh ini juga sering digunakan sampai sekarang. Banyak peristiwa di pelbagai belahan dunia acapkali diidentikkan dengan frasa ini. Sejak awal tercetusnya revolusi di dua negara, kata ini menjadi tonggak perubahan, di Inggris disebut Revolusi Industri dan di Perancis ialah Revolusi Perancis. Revolusi Industri lebih menekankan kepada perubahan mekanisme produksi dalam pabrik, dimana yang awalnya menggunakan tenaga kerja manusia, diotomatisasi dengan menggunakan mesin, sehingga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Disisi lain, Revolusi Perancis lebih kepada perubahan sistem pemerintahan yang monarki absolut menjadi republik demokratis. DI Perancis, revolusinya berdarah-darah dan dimulai dengan penyerangan penjara Bastille dan ditutup dengan pemenggalan Louis ke XVI dengan Guillotine. Tren yang sering disandingkan dengan revolusi ialah yang terjadi di Perancis dan ditiru oleh Uni Soviet (Lenin) dan Cina (Mao).

Perubahan mengenai sistem pemerintahan yang sering digarisbawahi oleh para pemikir, Hobsbawm melihat hal lain: berubahnya makna nasionalisme sejak tahun 1789. Pasca terjadinya revolusi, muncul lah kelompok-kelompok nasionalis yang radikal. Gerakan ini disimbolkan dengan munculnya kelompok Pemuda yang digaungi oleh Giuseppe Mazzini pada tahun 1830. Beberapa kelompok tersebut ialah: Young Italy, Young France, Young Germany, Young Poland, dll yang hampir sama seperti yang terjadi di Indonesia beberapa dekade kemudian. Bisa dilihat bahwa teknik gerakan yang ada di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, terinspirasi dari gerakan nasionalis muda di Eropa. Bentuk gerakan terorganisir semacam ini pada tahun 1840 diadaptasi oleh Irlandia dan memunculkan Young Ireland, sebuah organisasi yang menjadi tunas dari Ireland Republican Army (IRA). Keberadaan organisasi nasionalis muda ini menandakan pecahnya gerakan revolusioner Eropa menjadi skala nasional di tiap negara untuk memperkokoh pondasi negara tersebut, meskipun permintaan ini berbeda-beda tapi program politik yang mereka gunakan kurang lebih masih sama dengan sebelum-sebelumnya.

Keberadaan organisasi diatas adalah untuk mengusung kebebasan tapi menyalurkannya kepada rasa cinta terhadap tanah airnya masing-masing. Memperkuat keberadaan negara-bangsa. Tapi segala macam metode yang digunakan oleh mereka tetap berkiblat pada Paris sebagai pencetusnya dengan Paris Commune nya. Akan tetapi, banyak yang menganggap bahwa revolusi industri dan Revolusi Perancis merupakan revolusi kelompok borjuasi, maka dari itu, gerakan nasionalis ini banyak diisi oleh kelompok kelas menengah seperti bangsawan kecil atau tuan tanah, bahkan kaum saudagar. Maka dari itu pada abad delapanbelas dianggap sebagai zaman transformasi kelompok borjuasi. Munculnya nasionalisme di Eropa pun berasal dari tingkat masyarakat tengah ini, mereka lah yang berusaha menyekolahkan anaknya dan memunculkan kelompok mahasiswa yang nantinya akan membantu dan mendorong pergolakan kelas di Eropa.

Jumlah kemunculan dan kemajuan universitas di negara-negara Eropa berkembang pesat karena kebutuhan terhadap kelas menengah terpelajar yang pada waktu itu masih sedikit dan berbentuk elitis. Generasi muda ini lah yang akan membawa gagasan mengenai kebebasan dan pembebasan (kemerdekaan), mereka lah yang menjadi ujung tombak perjuangan melalui diplomasi dan negosiasi, bahkan aksi sekaligus. Dari sini lah kelompok terpelajar mempelajari banyak bahasa asing dan nantinya mereka lah yang akan mengidentifikasi bahasa negaranya dan menjadikannya sebagai simbol pemersatu dan jugan propaganda untuk melukiskan sebuah bangsa yang utuh.

Bahasa merupakan senjata utama mereka dalam berjuang. Penyadaran akan rasa cinta terhadap tanah air dilakukan melalui budaya membaca, maka dari itu, para pemuda ini terlebih dahulu berusaha memberantas buta huruf dengan sering-sering berpropaganda melalui tulisan. Tipikal pergerakan macam ini lah yang dicontoh oleh bapak bangsa kita semenjak munculnya Boedi Oetomo sampai sekarang adanya BEM SI ialah memperkuat budaya literasi. Mulai dari pamflet hingga sekarang postingan di media sosial, pergerakan pemuda (baca:mahasiswa) masih lah kental di berbagai penjuru dunia, terlepas negara mereka udah merdeka atau belum. (rez)