Judul Buku: Futurability
Penulis: Franco “Bifo” Berardi
Penerbit: Verso
Tebal Buku: 246 halaman
Tahun Terbit: 2017
Terlepas judul buku ini mungkin diartikan sebagai “masa depan”. Namun sejatinya pembahasan utama dalam buku ini adalah gambaran-gambaran terhadap peluang masa depan kita. Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan peluang. Peluang adalah sebuah konten, potensi adalah energi dan kekuasaan adalah bentuknya. Bifo menganggap peluang sebagai sebuah konten yang berada di dalam sebuah constitution of the world (tatanan dunia). Peluang ini tidak hanya satu, dan sifatnya majemuk. Ia adalah sebuah kata yang tidak tak terbatas, dibatasi oleh lebih banyak lagi kemustahilan yang ada di dunia. Dalam menghadapi alternatif pilihan terhadap peluang-peluang yang ada di depan mata, terkadang organisme akan tergentar, akan tetapi, mau tidak mau, pada akhirnya organisme tersebut harus memilih salah satu peluang berdasarkan potensi yang paling menguntungkannya.
Bifo mengungkapkan bahwa potensi baginya ialah energi subyektif yang menyebarkan peluang dan mengaktualisasikannya. Potensi adalah sebuah energi yang mengubah peluang menjadi sebuah kenyataan. Dan kekuasaan merupakan sebuah seleksi dan pelaksanaan dari salah satu peluang dari banyak peluang lainnya dan sebuah pengecualian (bahkan penghilangan) dari beberapa peluang lainnya.
Ia mengutip pemaknaan Henri Bergson terhadap kata “peluang”, bahwa peluang yakni sesuatu yang tidak mustahil dan dapat diaktualisasikan, peluang dapat dimaknai sebagai tidak adanya hambatan atau jalur untuk melewati sebuah hambatan, peluang adalah sebuah pre-existence dalam bentuk sebuah gagasan. Tetapi, Bifo lebih mengarahkan ini mengenai masa depan dimana peluang berbicara mengenai hal yang akan datang dan dapat dilihat pertandanya mulai dari sekarang. Yang menjadi permasalahan ialah banyaknya peluang dan kemungkinan terkadang saling berkonflik dan berkontradiksi antara satu sama lain. Peluang adalah sesuatu yang dapat dilaksanakan dan tidak mustahil. Sebuah organisme memiliki peluang masing-masing dalam mengembangkan dirinya sendiri, tergantung pada pola kehidupan yang mereka buat dan kode genetika yang mereka miliki. Peluang mereka dalam mengembangkan diri tidaklah tak terbatas namun dapat diprediksi hasil perkembangannya melalui pola kehidupan itu tadi. Adanya pilihan-pilihan dalam mengembangkan diri inilah yang ditekankan Bifo sebagai sebuah “Peluang”.
Untuk itu, Potensi adalah sebuah energi untuk bisa mentransformasikan sesuatu sesuai dengan keinginan subyeknya. Sejarah adalah peluang yang telah terjadi dan didorong dari potensi yang muncul dalam sebuah subyek, sebelum sejaran itu terjadi, maka bentuknya adalah masa depan, pembahasan peluang dan potensi ini juga terbatasi oleh koridor waktu. Potensi disini memberikan kita (manusia) kebebasan dalam mengubah lingkungan. Sejarah memiliki pencabangan dimana tiap cabang itu tadi dulunya merupakan sebuah peluang yang teraktualisasi karena adanya potensi dan kekuasaan dalam seorang atau sekelompok manusia, pastinya sejarah yang ditulis turun temurun adalah sejarah yang penting, maka dari itu, aktor-aktornya pun akan diambil yang penting pula.
Penulis mengkritik sudut pandang Toni Negri bahwa potensi tidak lah tak terhingga, namun terbatasi oleh peluang-peluang yang saling kontradiktif, apalagi peluang tersebut hanya bisa dipilih salah satu untuk diaktualisasikan. Untuk mengambil sebuah peluang, seorang harus memiliki potensi pribadi dan kekuasaan untuk menghantam lajur peluang yang sekiranya tidak menguntungkan dia, dari sini lah peristiwa-peristiwa besar terjadi dan tercatat dalam buku sejarah. Salah satu contoh yang diangkat oleh Bifo dalam menghantam sudut pandang Negri ialah kemerdekaan. Bagi Negri, kemerdekaan suda menjadi harga mati, sedangkan bagi Berardi, kemerdekaan adalah awalnya sebuah peluang yang diambil dan dengan potensi sebuah negara mampu membebaskan dirinya sendiri, sekiranya peluang tadi tidak dilengkapi dengan potensi, maka akan gagal sebuah negara dalam memerdekakan dirinya.
Setelah cukup rumit pembahasan mengenai peluang, potensi dan kekuasaan yang tertulis di buku ini, memang bahasa yang digunakan cukup berat dan tidak dianjurkan bagi pembaca pemula, peresensi sendiri sedikit kesulitan awalnya dalam menerjemahkan, karena ada beberapa istilah baru yang kemungkinan besar perlu penafsiran lebih lanjut. Tipe penulisan dari beberapa bab dalam buku ini cenderung sangat ilmiah, maka dari itu segmentasi yang dibidik adalah civitas akademika. Bagi mereka, para kiri genit, perlu rasanya untuk membeli dan memahami buku ini agar dapat menjelaskan secara komprehensif mengenai dialektika materialisme, supaya tidak hanya mengutip dari Marx saja. (rez)