Judul Buku: Handbook on Theories of Governance
Penulis: Christopher Ansell & Jacob Torfling (ed)
Penerbit: Edward Elgar Publishing
Tebal Buku: 578 halaman
Tahun Terbit : 2016
Penerbit ini ialah sebuah penerbit akademis yang memang berfokus pada tema sosial, politik, hukum dan ekonomi. Pembahasan buku yang mereka terbitkan memang menyerupai jurnal dengan bahasa yang sangat ilmiah, namun komprehensif dan aktual. Memang dari segi sampul dan tata letaknya rata-rata membosankan, namun buku terbitan Edward Elgar (EE) selalu menjadi rujukan utama dalam karya ilmiah lainnya, bahkan profesor pun akan mengacu pada penerbit ini jika berbicara mengenai perkuliahannya. Penulis yang berkontribusi dalam penerbit ini pun bukan penulis yang ecek-ecek, semuanya tanpa terkecuali adalah akademisi dengan gelar minimum Doktor, jadi tidak salah jika EE adalah penerbit garda depan dibidang referensi.
Buku yang akan diresensi kali ini berbicara mengenai Governance yang acapkali dimaknai sebagai tata kelola pemerintahan. Buku ini ditulis oleh 63 akademisi dari berbagai jurusan yang mencakup politik, administrasi publik dan ilmu pemerintahan. Kelebihan dari buku-buku terbitan EE adalah adanya kesimpulan dalam tiap artikel ilmiah yang dimuat dalam bukunya. Buku mengenai tata kelola pemerintah ini berisikan teori-teori, pendekatan-pendekatan, metode perbandingan, metode analisis, konsep dasar dan bentuk-bentuk dari tata kelola pemerintahan.
Dalam kata pengantar buku ini, Governance dimaknai sebagai sebuah proses, baik formal maupun informal, dimana masyarakat dan perekonomiannya diarahkan sesuai dengan kepentingan bersama. Untuk bab yang akan diresensi ialah mengenai Supranational Governance yang mengacu kepada Uni Eropa yang dikarakteristikkan sebagai pembuat kebijakan. Digambarkan sebagai sebuah komunitas pembuat kebijakan dan juga pembuat kebijakan antar pemerintah di Eropa. Dalam organisasi supranasional seperti Uni Eropa, ada aktor-aktor pembuat kebijakan yang punya kemampuan untuk menentukan arah kebijakan untuk negara-negara anggotanya. Ada tiga aktor dalam kasus Uni Eropa ini: European Commision (Komisi Uni Eropa), European Court of Justice/ECJ (Mahkamah Agung Eropa) dan European Central Bank (Bank Sentral Eropa ). Mereka menikmati kekuasaan lebih yang diberikan kepada mereka akibat adanya perjanjian Uni Eropa. Mereka lah penentu kebijakan di Eropa. Dalam bentuknya yang paling murni, tata kelola pemerintahan supranasional dapat ditemui dalam kompetisi kebijakan keuangan.
Uni Eropa memang dibentuk sebagai tata kelola pemerintahan antar pemerintah di Eropa agar menjaga soliditas negara-negara Eropa melalui European Union Treaty. Peran yang paling besar dipegang oleh ECJ dimana mereka berkontribusi dalam tata kelola pemerintahan supranasional ini dengan memastikan peraturan perundangan Uni Eropa dimaknai dan diimplementasikan dengan benar diseluruh negara Uni Eropa. Sebelum membuat sebuah undang-undang, negara anggota Uni Eropa wajib untuk bertanya kepada ECJ mengenai kepantasan dan kesesuaian undang-undang yang akan dibuat dengan peraturan perundangan Uni Eropa.
Adapun kekuatan supranasional dicerminkan dari keberadaan prosedur legislatif yang ada di Uni Eropa yang berisikan tiga komisi: Komisi Eropa, Dewan Meteri dan Parlemen Eropa (European Parliament) dalam penentuan kebijakan legislatif. Struktur yang sangat ketat di Uni Eropa menandakan paradigma lama yang masih ada, sekarang mulai diubah. Bentuk baru dari tata kelola pemerintahan ialah tidak begitu menghiraukan hirarki dalam interaksi antar aktor pembuat kebijakan. Namun dengan informalitas dari paradigma baru, lembaga dan legislatur bisa mengancam kebijakan yang mengikat negara-negara Eropa dalam Uni Eropa jika tidak memenuhi keinginan mereka (lembaga dan legislatur terkait), maka dari itu, paradigma baru dari tata kelola pemerintahan supranasional memerlukan dua komponen penting: negosiasi dan kompetisi.
Negosiasi menyiratkan sebuah situasi dimana aktor-aktor yang berpartisipasi mencari penyelesaian masalah melalui kesepakatan bersama (mutual agreement), sedangkan kompetisi yakni aktor-aktor yang berpartisipasi mengejar tujuan yang sama, dengan demikian, secara spontan para aktor akan mengkoordinasikan perilaku mereka (cara bermain). Tata kelola supranasional dari Uni Eropa melalui negosiasi melibatkan tiga pihak prosedur legislatif diatas yang bertujuan untuk mencapai sebuag kesepakatan yang dapat diterima oleh seluruh negara anggota. Sedangkan Uni Eropa dalam sudut pandang kompetisi ialah mengenai jual-beli barang dari satu negara ke negara lainnya, regulasi mengenai pasar dalam negeri di salah satu negara di Eropa juga diterapkan pada negara Eropa yang lainnya. Kondisi seperti itu dapat memunculkan sebuah dinamika dan juga tekanan dalam pangsa pasar antar negara dan mewajibkan tiap negara anggota untuk saling beradaptasi satu sama lain perihal regulasi dagang.
Masih banyak bentuk tata kelola pemerintahan lainnya yang dijelaskan dalam buku ini, namun memang tata kelola pemerintahan supranasional jarang sekali dibahas dalam materi perkuliahan. Dalam buku ini, penjelasan mengenai hal tersebut menggunakan cara yang paling mudah, jika berbicara mengenai tata kelola pemerintahan supranasional, maka kita harus melihat contoh nyatanya, Uni Eropa. (rez)