Membincang Konsep Ruang Bersama Foucault

Judul Buku: The Globalizations of Space

Penulis: Mariangela Palladino & John Miller (ed)

Penerbit: Routledge

Tebal Buku: 219 halaman

Tahun Terbit: 2016

Apakah para pembaca yang budiman bosan dengan Foucault? Karena peresensi belum bosan-bosannya mengulas tentang filsuf tersohor asal Perancis ini. Banyak istilah yang ia cetuskan, seperti governmentality, discourse analysis, pastoral power, hingga yang menarik adalah heterotopia. Berbagai macam pertanyaan meliputi keberadaan istilah ini, karena salah satu yang paling jarang diuraikan. Pembahasan inipun hanya ada dalam sebuah jurnal yang ditulis Foucault berjudul Of Other Spaces: Utopias and Heterotopias. Saya tidak akan begitu mengulas artikel yang bisa pembaca cari, akan tetapi bagaimana peneliti lain memandang istilah Foucault ini. Selamat menikmati resensi singkat ini.

Heterotopias, utamanya, membahas mengenai geografi dan ke-wilayah-an. Buku ini sejatinya merupakan kumpulan tulisan mengenai heterotopias tersebut. Diawali dengan penjelasan seperti umumnya, ketertarikan Foucault terhadap ilmu pengetahuan dan hubungannya dengan kekuasaan. Ternyata dalam relasi tersebut, ada istilah penting bernama strategi.  Foucault sendiri menjelaskan bahwa penggunaan ilmu pengetahuan ada didalam teknik dominasi yang bernama peperangan, dan salah satu bagian yang paling esensial dari peperangan adalah strategi.

Konsepsi Heterotopias sendiri muncul karena pertanyaan para geografer dari jurnal Herodote mengenai pentingnya “ruang” (untuk mempermudah penyebutan istilah maka disini R nya akan saya tulis dengan huruf kapital untuk Ruang). Foucault berusaha membangun ilmu pengetahuan filsafat untuk basis Ruang, sehingga pengertian geografi tidak melulu membahas sesuatu yang bersifat material dan membosankan, namun diwarnai melalui sentuhan filsafat. Ruang dalam konteks hubungan tadi, adalah sebuah penempatan manusia. Emplacement merupakan kata yang secara sempit diartikan sebagai “tempat” dalam bahasa Indonesia, merupakan jajaran koordinat ruang dan waktu yang menunjukkan pula ketertarikan Foucault terhadap permasalah geografis. Adapun kata Ruang merupakan alternatif dari sejarah yang ada pembenaran sekaligus komplemen didalamnya.

Kesulitan kita dalam memahami Foucault terutama terletak dari diangkatnya ide-ide abstrak seperti Ruang. Kita tidak perlu membuka terlebih dahulu interpretasi atau pemaknaan terhadap apa yang diutarakan Foucault sebagai sesuatu yang bersifat metafora, pahami sebagai apa yang sebenarnya kita pahami. Heteropia merupakan Ruang, maka pahami Ruang sebagai Ruang, sebagai antitesa dari waktu. Tidak perlu kita memaknai dengan terlalu berbelit, atau mungkin memang penulisan saya yang berbelit? Entahlah, kurang lebih isi buku saya sampaikan apa adanya, sesuai dengan kemampuan saya menyerapnya.

Ada beberapa tempat yang ia sebutkan sebagai heterotopias adalah rumah bordil, kebun binatang, sekolah asrama, penjara dan kuburan. Area-area atau Ruang ini adalah ruang yang bersifat aneh dan unik, adanya sifat aneh dan unik ini yang menandakan keberadaan Ruang sebagai Heterotopia. Terkandung dalam Heterotopia adalah konsep heterotopologi (cari sendiri di internet) dan autobiografi yang ia tulis untuk kesenangan pribadi. Gunakan waktu luang untuk memahami Foucault secara personal jika ingin memahami dengan benar-benar, istilah yang ia jelaskan.

Beberapa pandangan dalam buku ini juga berusaha melihat Heterotopia melalui paradigma kesehatan, dimana Ruang digambarkan sebagai bagian tubuh, dan heterotopia adalah bagian tubuh yang abnormal, lebih tepatnya bagian tubuh yang muncul pada tempat yang abnormal. Adapula yang ia contohkan mengenai heterotopia didalam bukunya The Order of Things adalah penataan yang tanpa perataan atau keteraturan. Dicontohkan dalam Kitab Mahluk Khayali karya Jorge Luis Borges yang menjelaskan hewan-hewan mistis yang dibentuk seperti kamus, namun saran sang penulis agar tidak dibaca secara teratur.

Kemunculan ketidakteraturan dalam sebuah ruang yang teratur dapat disimpulkan sebagai salah satu bagian dari heterotopias yang membingungkan. Kata ini dituding belum selesai dan ambigu oleh penulis lainnya dalam buku ini akibat adanya multi-interpretasi. Heterotopias merupakan epos mengenai Ruang, pembahasan abad keduapuluh mengenai jauh dan dekat, kanan dan kiri, jarak, arah mata angin dan sebagainya yang berkaitan dengan Ruang. Penjelasan mengenai Ruang ini sendiri tersebar di berbagai esainya yang beberapa masih belum dibukukan. Membaca Foucault, tidak semudah membaca LKS SMA atau buku daras, namun tidak sesulit yang kita kira, asalkan dilakukan dengan bahagia, maka setidak-tidaknya akan ada beberapa kalimat yang pasti dipahami oleh para pembacanya (pembaca Foucault).

Saya menyarankan, sebelum membaca buku ini, ada baiknya untuk memahami artikel Foucault “Of Other Spaces” yang bahasanya cukup sastrawi. Memang, Foucault secara implisit ingin mewarnai dunia dengan tulisan-tulisannya yang selalu membuat orang terheran-heran. Kemampuan dia dalam membedah ide-ide disekitar kita dan mencetuskan berbagai macam istilah baru merupakan sebuah kemampuan yang jarang kita temukan di abad keduapuluhsatu ini. Sekarang, kemampuan seseorang dilihat bukan berdasarkan gagasan yang ia bawa, tapi berapa nominal yang ia dapatkan. Sudah, cukup sekian dulu, mungkin jika akan berlanjut ke jilid dua untuk pembahasan Heterotopias ini, akan muncul tidak jauh setelah resensi ini. (rez)