Judul Buku: Progress
Penulis: Massimo L. Salvadori
Penerbit: Zed Books
Tebal Buku: 122 halaman
Tahun Terbit: 2008
Progresif Revolusioner, Pemimpin yang progresif, Ideologi yang progresif, Kaum-kaum progresif, pikiran yang progresif. Kalimat-kalimat diatas memiliki satu kata yang sama, yakni progresif. Seringkali kata tersebut terlontar dari mulut-mulut orang yang berapi-api. Terkadang juga dari pemikir-pemikir modern, namun jarang yang paham akan maknanya. Belum ada sebuah buku yang membahas secara komprehensif mengenai apa itu progress? Alangkah baiknya diindonesiakan terlebih dahulu. Mari kita sebut sebagai “kemajuan”. Namun seorang teoritisi berkewarganegaraan Italia telah berhasil membahas secara mendalam mengenai “kemajuan”. Dia adalah Massimo Luigi Salvadori, profesor di bidang politik pada Universitas Turin. Pembedahan mengenai “Kemajuan” ditulis dalam bukunya yang berjudul “Progress”. Untuk memahami secara singkat, silakan simak resensinya sebagai berikut.
Progress atau Kemajuan secara inheren dapat dimaknai sebagai perubahan status seseorang dari tingkat bawah menuju atas, dari miskin ke kaya, dari bodoh ke pandai, dari lajang menjadi menikah, dan seterusnya. Perpindahan dimana kehidupan yang dijalani sekarang lebih baik daripada sebelumnya, baik secara material maupun spiritual. Sejatinya “kemajuan” telah ditakdirkan menjadi ujung tombak yang menghambat laju dari kejahatan dan krisis yang ada dalam sejarah manusia. Revolusi pun sebenarnya ditujukan untuk satu hal ini saja, yakni kemajuan. Tapi saat tidak ada perubahan yang terjadi, maka cara Revolusi tersebut telah gagal mencapai tujuannya yang utama.
Revolusi adalah sebuah gerakan yang tercetus untuk melakukan perubahan, perubahan untuk sebuah “Kemajuan” yang dicita-citakan. Revolusi pun dicetuskan karena banyak faktor, bisa karena faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan banyak hal lainnya, tapi tetap untuk kemajuan. Kemajuan yang diinginkan ditandai dengan adanya perubahan hajat hidup orang banyak, seperti kasus Revolusi Perancis pada tahun 1789, Revolusi pertama ini dimulai dengan penyerangan penjara Bastille untuk membebaskan para pemikir yang ditahan karena permasalahan politik, para penentang Kaisar Louis ke 16, ini terjadi karena masyarakat yang miskin sudah mulai bosan dengan kemiskinannya dan menginginkan perubahan dalam kehidupannya, dan mereka melihat sumber permasalahannya adalah kekaisaran absolut yang tidak berpihak pada masyarakat sama sekali. Dampak Revolusi Perancis lah yang sampai sekarang benar-benar murni untuk sebuah “Kemajuan”. Dari Monarki Absolut menjadi sebuah Republik dengan semboyan “Liberte, Egalite, Fraternite”
Dibelahan dunia lain ada Revolusi serupa dengan cara yang sama, tapi hasil yang benar-benar jauh dari harapan, yakni Revolusi Rusia. Dikala itu Tsar Nicholas Kedua yang otoriter dihantam kekaisarannya dengan Palu-Arit yang megah, naas, masyarakat Rusia menukar satu diktator untuk diktator lainnya, Joseph Stalin. Sistem ekonomi terencana yang dilakukan pemerintah USSR (Uni Soviet) saat itu malah lebih diktator ketimbang Tsar Nicholas Kedua. Banyak yang bilang ideologi yang dianut Soviet lah yang menjadi tolak ukur keberhasilan Revolusinya, tapi tidak ada “Kemajuan” sama sekali dibidang yang sama, Pemerintahannya.
Abad Pencerahan, Positivisme dan Marxisme. Semua lahir dari perkembangan zaman yang menginginkan adanya perubahan dari warisan buruk kaum terdahulu. Dan itu semua adalah cara dan pedoman menuju “kemajuan” yang diinginkan manusia. Begitupula Nazi, setelah Perang Dunia Pertama, Jerman sebagai pihak yang kalah menjadi negara yang terpuruk. Hampir saja menjadi negara terbelakang. Disini ada pihak yang menawarkan sebuah “kemajuan” untuk Bangsa Jerman, Hitler beserta Partai Nazi nya. Dia berjanji untuk mengembalikan kejayaan jerman dan memajukan bangsanya. “Secara” teritorial, Jerman dibawah Nazi memang benar-benar maju, begitupula dibidang persenjataannya. Tank buatan Jerman tidak ada yang bisa mengalahkan, benar-benar sebuah monster yang tak dapat ditembus. Seperti Stalin di Rusia yang berjuang untuk menggulingkan Kekaisaran Rusia, di Jerman, Hitler pun berjuang, tapi bukan melawan kekaisaran, melainkan memperkuat kesatuan dan persatuan di Jerman. Keduanya sama-sama mendaklarasikan perang pada Nilai dan Adat lama yang mengekang baik Rusia maupun Jerman, keduanya membawa pembaruan pada bangsanya. Jangan dilihat keburukannya terlebih dahulu, tapi perbaikan bangsa mereka lah yang disebut sebagai “Progress”. Perbedaan mereka adalah Komunisme Stalin menutup pintu lama Rusia, sedangkan Nazi nya Hitler memajukan Jerman dengan melihat orisinalitas dari bangsanya, yang dalam buku ini disebut “The Myth of Lost Purity”. Cara yang khas dari Hitler untuk menjaga kemurnian Bangsa Arya di Jerman.
Terlepas gambaran diatas memperlihatkan usaha-usaha mencapai “kemajuan” yang didambakan gagal, tapi itu menurut perspektif siapa dulu? Di Inggris, Kaum Sosial-Demokrat dan Liberal bergabung untuk mewujudkan sebuah Revolusi damai yang berbeda, dengan hasil akhir yang cukup berhasil, bahkan diterapkan di negara-negara lainnya. Konsep ini dinamakan “Welfare State” atau Negara Kesejahteraan.
Namun keberhasilan yang benar-benar terjadi dalam mewujudkan sebuah “kemajuan” ada dalam bidang tata kelola pemerintahan. Sesuatu yang kita sebut dengan Demokrasi. Teori yang berhasil menggabungkan kemajuan dibidang politik, etik, kultural dan sosial. Bahkan sekarang, Demokrasi adalah sebuah kewajiban bagi suatu negara untuk dilaksanakan atau diikuti. Sejatinya Konsep dan teori mengenai “kemanjuan” yang sukses adalah Demokrasi. Dalam pengertiannya, “kemajuan” memang harus dijelaskan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi, agar mudah untuk memaknai “kemajuan” yang dimaksud dan dibutuhkan. (rez)