Giddens dan Globalisasi

Judul Buku: Runaway World

Penulis: Anthony Giddens

Penerbit: Profile Books

Tebal Buku: 104 halaman

Tahun Terbit: 1999

Sekilas dari judulnya terlihat aneh, Runaway World, dan memang apa yang disuguhkan didalam buku ini bukanlah murni sebuah esai, melainkan perkuliahan Giddens di BBC Reith Lectures tahun 1999 yang dibukukan. Buku ini berisi lima esai perkuliahan yang membahas mengenai permasalahan sosial yang kita hadapi di era modern. Dari semuanya, saya akan mengambil salah satu permasalahan yang paling dominan dalam ilmu sosial, yakni Globalisasi.

Globalisasi adalah suatu kata yang cukup sulit diartikan secara pasti, apalagi ilmu sosial melarang adanya pemaknaan definitif terhadap suatu kata. Kata itupun telah menyebar diseluruh belahan dunia, bahkan beberapa negara memiliki sebutan sendiri untuk Globalisasi, seperti di Jerman menyebutnya sebagai Globalisierung, Perancis menyebutnya Mondialisation dan di Spanyol dikenal dengan kata Globalizacion. Banyaknya penggunaan bahasa dalam satu kata Globalisasi membuatnya semakin susah mengartikan kata tersebut. Para intelektual pun berusaha untuk memaknai kata tersebut dan bermunculan arti dari Globalisasi.

Ada dua kubu yang disebutkan oleh Giddens yang berusaha memaknai Globalisasi, yang pertama adalah Para Skeptis yang menganggap Globalisasi hanyalah sebuah topik pembicaraan, apapun yang terjadi diluar sana, ekonomi dunia masih sama saja, apa yang terjadi dulu sama dengan apa yang terjadi sekarang. Kebanyakan negara hanya mendapat sedikir keuntungan dari perdagangan luar negeri dan pedagangan itu pun terjadi antar negara, tidak benar-benar dalam skala dunia, contohnya adalah Uni Eropa, dimana negara-negara didalamnya hanya melakukan transaksi dengan negara yang tergabung didalam Uni Eropa. Orang-orang Skeptis ini biasanya berasal dari orang-orang kiri yang menganggap keberadaan Globalisasi adalah buatan para pendukung Pasar Bebas untuk melemahkan sistem kesejahteraan dan memotong pengeluaran negara.

Di pihak kedua, Giddens menyebutnya dengan Kaum Radikal yang menganggap bahwa Globalisasi adalah fenomena yang sangat nyata dan benar-benar dapat dirasakan dampaknya. Pasar Dunia sudah sangat berkembang di dekade 60 dan 70an sehingga banyak negara kehilangan kedaulatannya dan Politisi kehilangan kekuasaannya dan kemampuannya dalam mempengaruhi suatu peristiwa. Maka dari itu terkadang tidak mengagetkan juga saat masyarakat sudah tidak “Ngajeni” pimpinan politik lagi, karena sudah bukan era seperti itu. Banyak pula yang bahkan tidak lagi percaya akan kharisma politik yang hal tersebut adalah dampak dari Globalisasi. Zaman dari Negara-Bangsa (Nation-State) sudah selesai, bahkan menurut Kenichi Ohmae, Negara sekarang hanyalah sebuah kisah fiksi. Ohmae pun menganggap bahwa adanya krisis ekonomi di Asia pada tahun 1998 adalah pertanda bahwa Globalisasi memang nyata keberadaannya, meskipun keberadaannya bersifat negatif.

Pertanyaan yang muncul adalah Siapakah yang Benar?, Giddens memiliki kecenderungan pada Kaum Radikal yang dianggap lebih realistis dalam melihat permasalahan Globalisasi ini. Ia menganggap adanya Globalisasi berdampak pada ekonomi dunia dimana tingkatan perdagangan dunia lebih tinggi dari sebelumnya, pasar bebas mulai memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan negara-negara yang ada dan arus besar finansial dan kapital yang berbentuk elektronik atau digital. Dalam ekonomi dunia yang baru, dunia maya telah mengambil alih kekuasaan ekonomi, sekarang seseorang bisa mengirimkan jutaan dollar tanpa perlu perantara atau kurir yang mengantarkan kepada tujuannya dengan hanya menggunakan mouse. Trilliunan Dollar berpindah tangan tiap harinya yang jika diuangkan bisa lebih tinggi dibanding gunung-gunung yang ada, hal ini yang membuat Pasar menjadi lebih fluktuatif dan membuat Globalisasi terasa betul bagi masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak langsung.

Globalisasi pun didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Sejak adanya telegraf, sandi morse yang sudah ada dan digunakan 150 tahun sebelumnya, perlahan makin ditinggalkan. Bahkan masa kini sudah ada internet dimana kita bisa melihat seluruh dunia hanya dengan membuka search engine. Tetapi perkembangan teknologi ini juga membuat kita semakin asosial, Giddens menyatakan bahwa banyak orang lebih tahu wajah Nelson Mandela dibanding tetangga sebelah rumahnya, karena sejatinya Mandela adalah seorang artis politik yang keberadaannya benar-benar di blow-up. Sekarang, perkembangan teknologi semakin cepat dan pesat. Dulu diperlukan 40 tahun agar Radio dapat disebarluaskan di Amerika Serikat, lalu butuh 15 tahun agar komputer bisa beredar di AS, sekarang bahkan tiap saru tahun akan ada produk baru dari perusahaan seperti Apple. Globalisasi bukan saja mengenai “Yang Disana” atau “Yang terjadi disana” tapi juga “Apa yang ada dan terjadi disini”.

Namun, Globalisasi ternyata memiliki musuh besar, yakni Local Nationalism atau Nasionalisme Lokal, hal ini muncul karena anggapan bahwa Globalisasi telah mengikis bahkan menghilangkan budaya dan kearifan lokal yang ada disuatu negara atau daerah. Banyak gerakan-gerakan separatis seperti di Quebec dan Skotlandia adalah penolakan terhadap adanya Globalisasi yang dianggap melemahkan peran negara. Benarkah Globalisasi adalah sebuah bencana yang akan dihadapi suatu negara? Saya menyarankan untuk membaca buku ini karena segala pertanyaan para pembaca yang budiman mengenai Globalisasi akan dijawab oleh Anthony Giddens dan pastinya ia kompeten dalam membahas hal ini, dia adalah Professor dibidang Sosiologi di London School of Economics, reputasinya tidak bisa dipertanyakan lagi, inilah buku yang menggambarkan transisi sejarah yang kita hadapi sekarang.(rez)