Foucault dan Kelainan Jiwa

Judul Buku: Abnormal

Penulis: Paul-Michel Foucault

Penerbit: Verso

Tebal Buku: xxvi+374 halaman

Tahun Terbit: 2003

Abnormalitas atau kelainan (biasanya disebut begitu) merupakan hal yang luar biasa ternyata. Beberapa film kekinian telah mengeksploitasi kelainan sedemikian rupa dan membuatnya menarik untuk ditonton seperti X-Men. Film tersebut memperlihatkan kemampuan mutan yang destruktif, namun khayali. Adapun panggilan latin terhadap kelompok mutan yang awalnya disebut mutan mutandis diubah menjadi Homo Sapiens Superior untuk menandakan kemampuan mutan diatas manusia biasa. Namun sekuat apapun mutan seperti Magneto, Jean Grey, Wolverine maupun Mister X pun merasa berbeda dan tersingkirkan dalam pergaulan umum manusia biasa. Ada perasaan berbeda yang diakibatkan oleh “kelainan” yang mereka miliki (permasalahan psikis). Dan kondisi psikis mereka yang mengidap kelainan ini diulas dalam buku tebal ini oleh filsuf ternama, Paul-Michel Foucault.

Ciri khas Foucault dalam mengulas sesuatu adalah kuatnya kronologi cerita yang dia angkat menjadi contoh. Kelainan awal yang ia jelaskan merupakan kelainan jiwa. Psikologis seorang perempuan yang membunuh anaknya sendiri. Perilaku ini disinyalir oleh Foucault akibat tekanan lelakinya yang “tidak bertanggungjawab”. Lalu dia menceritakan kondisi psikis lelakinya yang agak terganggu akibat posisinya dalam keluarganya yang kurang diakui karena merupakan anak hasil selingkuhan, baru diakui oleh ayahnya beberapa tahun setelah lahir dan ibunya pun menderita sakit jiwa. Ia tidak pernah benar-benar diterima oleh keluarga ayahnya, sehingga merasa tidak terintegrasi dalam dunia yang ia tempati. Meskipun disekolahkan ke sekolah militer oleh ayahnya, namun tidak mengubah tindak-tanduknya yang cukup buruk. Ia suka bermain perempuan. Pada akhirnya terjerembab pada kasus diatas.

Dalam penjelasan diatas, secara singkat, Foucault menjelaskan kepada kita bahwa kelainan jiwa dapat muncul akibat kondisi keluarga. Nah, yang menarik ialah bagaimana kelainan jiwa tersebut dapat menjalar ke perempuan yang membunuh anaknya. Ia yang berasal dari pendidikan rendahan mendapati lelakinya berbicara sesuatu yang “ndakik” sehingga ia secara tidak langsung tertekan. Pembicaraan yang kerapkali dibawa oleh lelakinya ialah pentingnya sebuah pasangan untuk melakukan sesuatu yang luar biasa seperti membunuh orang tanpa alasan yang jelas, hal itu pun dilakukan oleh si perempuan kepada anaknya, Foucault mengindikasikan kurangnya pikiran kritis dalam perempuan ini sehingga ia sangat mengikuti saran dari si lelaki. Namun anehnya, pada akhir cerita, Foucault tidak menganggap bahwa si lelaki mendapati kelainan jiwa, melainkan berusaha menekankan pengaruhnya terhadap si perempuan dengan memberikan pemikiran-pemikiran yang diluar jangkauan si perempuan.

Foucault menangkap dua kelainan jiwa yang bisa diidap oleh seseorang seperti yang dihadapi oleh si lelaki, yakni Don Juan, dimana perilakunya asusila dan suka berpetualang mencari perempuan, baginya, kelainan ini agak susah dihapuskan karena si lelaki sendiri sudah masuk kedalam sekolah militer yang seharusnya bisa membenahi tingkah lakunya namun tetap tidak merubah apapun. Dan yang diidap oleh si perempuan adalah bovarysme dimana ia menerima dengan mentah-mentah semua omong kosong yang diberikan oleh si lelaki karena kelemahan berpikirnya akibat pendidikan yang rendah. Orang seringkali menganggap remeh dua masalah ini, akan tetapi dari dua kelainan ini muncul sebuah pembunuhan anak bayi perempuan.

Pada bab selanjutnya, Foucault menjelaskan mengenai hubungan antara kegilaan dan kejahatan. Ia mengutip Penal Code Perancis dalam pasal 64 bahwa intinya, bukanlah sebuah kejahatan apabila pelaku dalam keadaan gila (kelainan jiwa atau kegilaan sebagai salah satu abnormalitas manusia). Sehingga baginya, semua kejahatan yang pernah dilakukan oleh seseorang akan seketika menghilang saat diketahui bahwa individu tersebut mengidap kegilaan. Bukan lagi tahanan yang akan ia hadapi, namun rumah sakit jiwa, bukan hukuman yang ia dapat tapi rehabilitasi, bukan sipir yang ia hadapi melainkan perawat dan dokter jiwa. Keadilan tidak berdaya melawan orang gila. Namun, menurutnya, sebuah keadilan (pidana) dapat ditujukan kepada manusia yang memang memiliki tujuan untuk menyakiti manusia lainnya.

Institusi seperti rumah sakit jiwa sebenarnya adalah institusi penyembuhan yang erat hubungannya dengan peradilan, dan juga mereka merupakan sebuah respon terhadap bahaya. Lembaga ini berhadapan dengan individu yang berbahaya, melakukan kejahatan sekaligus kelainan jiwa atau gila. Di sisi lain, lembaga inilah yang dapat masuk pada dua bagian penting yakni kesehatan dan hukum (medico-legal), karena saran dari psikiater dapat menjadi pertimbangan pemberian hukuman terhadap seorang narapidana. Tujuan lembaga ini juga berkaitan dengan pembenahan moralitas yang ada didalam benak seseorang yang sedang bermasalah. Organisasi semacam ini tidak hanya berhadapan dengan perbuatan yang tidak wajar, akan tetapi juga menekankan pada pembentukan moral melalui rasa takut, bahkan untuk tingkatan orang gila sekalipun, tekanan perlu dilakukan atas nama penyembuhan.

Kelainan Jiwa dan kegilaan inilah yang merupakan tema besar Foucault. Beliau memang berfokus pada pandangan mengenai sifat manusia. Perilaku dan tindak-tanduk yang mereka lakukan dan juga lembaga atau organisasi yang berkaitan dengan sifat manusia seperti rumah sakit jiwa, penjara dan pemerintahan. Buku Abnormal ini juga mengulas sedikit tentang homoseksualitas yang dikaitkan dengan sodom dan gomora namun bukan pada titik azab tapi stratifikasi sosial yang ada. Banyak hal lain yang belum tercakup dalam ulasan ini, maka alangkah lebih baiknya para pembaca yang budiman membaca langsung dari bukunya, tak elok rasanya hidup ini tanpa sesekali membaca karya Foucault. (rez)