Judul Buku: The Ethics of Development
Penulis: Des Gasper
Penerbit: Edinburgh University Press
Tebal Buku: 272 halaman
Tahun Terbit: 2004
ISBN: 9780748610587
Bagi mahasiswa yang membicarakan tentang ekonomi, politik, sosiologi, administrasi publik, kebijakan publik dan studi pembangunan pastinya pernah mendengar nama Des Gasper, terutama mereka yang pernah berkuliah di Eropa. Beliau adalah dosen Public Policy and Management di Institute of Social Studies, Den Haag yang sekarang menjadi International Institute of Social Studies dibawah Erasmus bertempat di Belanda. Namanya acapkali disandingkan dengan Logical Framework Analysis (LFA/LogFrames).
Kali ini, peresensi tidak akan membahas tentang LFA nya karena analisis semacam itu termasuk rumit dan sering digunakan oleh lembaga donor yang bergerak dibidang pembangunan seperti USAID, AUSAID, Ford Foundations dan lembaga donor lainnya. Tetapi peresensi akan mengulas tentang bukunya yang berbicara mengenai dimensi etika dalam pembangunan.
Buku ini sejatinya akan mengulas mengenai cara menerapkan kebijakan atau program penanggulangan kemiskinan dengan baik, dimulai dengan membeberkan beberapa kontradiksi dalam program pembangunan: fokus mendalam tentang kebijakan kesehatan, namun masih banyak orang yang pesakitan; penekanan kepada keamanan dan perdamaian sedangkan kehidupan yang penuh dengan kekerasan, bahkan tidak jarang kekerasan yang direncanakan; menekankan pada pentingnya lingkungan dan alam sekitar, namun banyak terjadi pencemaran; pentingnya pemaknaan namun banyak masalah yang tidak bermakna (tidak penting) yang menjadi fokus; pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban dan siapa yang melaksanakannya.
Makna Etika (Ethics)
Kontradiksi-kontradiksi diatas memperlihatkan akan pentingnya etika dalam pembangunan yang bertugas untuk meluruskan tujuan pembangunan. Etika pembangunan sejatinya dapat ditemui secara tersirat dalam karya-karya filsuf Eropa seperti Jeremy Bentham, Karl Marx, John Locke dan John Stuart Mills. Sedangkan di negara-negara selatan ada Mao Tse-Tung, Mahatma Gandhi dan Julius Nyerere. Adapun para sosiolog yang turut mempengaruhi etika pembangunan adalah Gunnar Myrdal dan Peter Berger. Lembaga akademis berkenaan dengan topik ini muncul seperti International Development Ethics Association (IDEA) yang pada tahun 1980 diketuai oleh Onora O’Neill dan pada 2002 dipimpin oleh Nigel Dower.
Mengutip dari Crocker bahwa Etika Pembangunan (development ethics / DE) adalah penilaian normatif dan etis terhadap cara dan tujuan pembangunan global dan negara dunia ketiga. Penulis menjelaskan etika dalam beberapa konsep: konsep etika yang berhubungan dengan kepercayaan substantif tentang apa yang baik, buruk, benar dan salah dalam hubungan antar manusia; dan bisa juga dimaknai dengan teori dan prinsip yang menuntun moralitas. Maka dari itu etika pembangunan secara sederhana adalah dimensi etika dalam studi pembangunan, teori tentang permasalahan etika dalam pembangunan, dan studi mengenai teori tentang permasalahan pembangunan dan permasalahan lainnya yang berhubungan dengan pembangunan.
Peranan etika pembangunan adalah sebagai sub-disiplin pada studi pembangunan dan menjadi lingkup etika profesional layaknya etika bisnis atau etika medis. Maka dari itu, buku ini, menurut penulis juga ditujukan kepada para pekerja profesional di ranah kepemerintahan. Selain pemerintah, adapun agen moral seperti Lembaga Swadaya Masyarakata (NGO/LSM), komunitas, lembaga donor internasional, media massa, universitas (akademisi) dan perusahaan privat juga menjadi target pembaca buku ini.
Karena target pembaca yang luas, maka etika pembangunan juga harus menjadi: inter-disipliner dimana berbagai macam disiplin ilmu atau akademisi dari berbagai latarbelakang keilmuan juga mempelajari dan mengembangkannya, internasional dimana etika pembangunan dipelajari sekaligus dipraktekkan baik oleh pemikir dari negara berkembang atau negara maju, dan membawa sudut pandang global yang melingkupi negara maju maupun berkembang sebagai studi kasus dari etika pembangunan.
Makna Pembangunan (Development)
Selain etika, Des Gasper juga menjelaskan tentang development (baca: pembangunan), yang sering digunakan berbagai orang sebagai istilah yang menggambarkan progress (baca: perkembangan). Secara evaluatif, pembangunan dapat dimaknai sebagai kualitas kehidupan seseorang, yang pemaknaannya harus diikuti dengan kesepakatan mengenai pemaknaan etika, sehingga saat diterapkan, tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Adapun pembangunan diartikan secara postif/pasti dengan melihat permasalahan seperti urbanisasi dan pendapatan per kapita. Baik secara evaluatif maupun positif, pembangunan bertujuan untuk merubah sebuah kondisi/situasi negara.
Pemaknaan pembangunan juga berkutat di wilayah universal atau relatif. Bagi kelompok universalis, pembangunan dapat dinilai secara universal seperti Produk Nasional Bruto (PNB) yang diadopsi di berbagai negara dan menjadi acuan internasional. Sedangkan pengikut pandangan relatifis menyebutkan pembangunan itu tergantung lingkup waktu dan tempat, mengenai kebutuhan dari kelompok sasaran dari pembangunan. Pembangunan dalam pemaknaan netral bisa berhubungan dengan perubahan struktural dan fundamental atau intervensi dan tindakan, sedangkan dalam makna evaluatif, pembangunan bisa jadi perkembangan atau panggung untuk pengembangan, yang bertujuan pada perkembangan dari apa yang dalam tahap “pembangunan”.
Pembangunan dapat dilihat sebagai perubahan yang dapat dimaknai sebagai proses perubahan atau hasil perubahan. Dalam penggunaan yang paling dasar, pembangunan dapat dimaknai pertumbuhan ekonomi dan hasilnya merupakan Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Nasional Bruto (PNB) atau pendapatan per kapita. Pengukuran ekonomi nasional dalam bentuk barang atau jasa yang dilakukan tiap tahun. Selain itu, pembangunan juga dimaknai sebagai tindakan atau intevensi untuk mencapai perkembangan.
Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembangunan
Salah satu jalur untuk menghitung efektivitas adalah dengan melihat tingkatan keberhasilan dalam memenuhi tujuan. Efektivitas menekankan kepada dampak yang didapatkan ketika kebijakan pembangunan telah dilaksanakan. Pandangan ini biasanya digunakan oleh para pembuat kebijakan (policymaker). Sedangkan Efisiensi tidak hanya melihat pencapaian namun juga keseimbangan dan proporsi antara pendanaan dan keuntungan yang didapat. Mengukur efisiensi memang menggunakan mekanisme pasar mengenai untung-rugi. Menghitung dan membandingkan pengeluaran dan pemasukan dalam nominal keuangan.
Efektivitas memiliki pemaknaan yang luas selama tujuan pembangunan dicapai sedangkan efisiensi lebih kepada memaksimalkan hasil dengan hitungan uang, sehingga hanya barang yang dapat dibeli oleh tiap orang yang dihitung dalam permasalahan efisiensi. Semua aktivitas yang berhubungan dengan efisiensi haruslah dapat dimonetisasi (dihitung dengan uang) dan hubungannya dengan konteks sosial dan alamiah.
Adapun efektivitas berkaitan dengan keputusan yang diambil, dimana keputusan tersebut adalah prioritas dari sejajaran permasalahan yang ingin diselesaikan. Keputusan harus dilakukan dengan sadar, masuk akal dan senyap. Berkaitan pula tentang aspek yang penting dan ditekankan tergantung pada pengalaman pembuat keputusan. Kriteria yang dibentuk untuk efektivitas menjebak para pembuat dan pelaksana kebujakan dalam pandangan layaknya dilorong gelap, mereka akan hanya bisa memprediksi konsekuensi yang diinginkan (intended consequences) namun tidak memperhitungkan konsekuensi yang tak diinginkan (unintended consequences).
Adapun tujuan-tujuan pembangunan yang dianggap efektif kerap bertabrakan dengan pandangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebenarnya. Penulis memberikan contoh dengan mengutip dari Hoksbergen yang mengulas kebijakan-kebijakan pembangunan USAID memiliki permasalahan sebagai berikut: terlalu menekankan pada individualisme karena tujuannya untuk meningkatkan pendapatan individu; berorientasi pada pasar karena dianggap pilihan pasar adalah pilihan yang terbaik; nilai-nilai selain yang digunakan USAID tidak akan dimasukkan dalam program pembangunannya; dan mengutamakan dampak yang dapat dihitung.
Efisiensi adalah konsep yang dapat dimaknai apabila tujuan-tujuan telah disepakati dalam sebuah program pembangunan. Istilah ini selalu dekat dengan konsep-konsep ekonomis dan tidak ada istilah lain yang mampu menandinginya, bahkan kebijakan akan dihapuskan apabila terbukti tidak efisien. Efisiensi ekonomi berkutat kepada: penerimaan terhadap pembangian kekuasaan diranah moneter, kemampuan dalam memperhitungkan dampak ekonomi, pendekatan bisnis dan ekonomi dalam menentukan pilihan menjadi pilihan yang paling rasional, dan asumsi sesat bahwa nilai mata uang mewakili kebutuhan manusia.
Hubungan antara pembangunan, efektivitas dan efisiensi terlihat dari: masukan (input), pengeluaran/hasil (output), nilai dari pengeluaran tersebut, dan tujuan yang berisikan: kualitas kehidupan, kesetaraan, partisipasi, konstistensi mengikuti prosedur, dan nilai lain yang berhubungan dengan kebudayaan. Efisiensi ekonomi dapat dilihat dengan mengurangi pengeluaran dengan pemasukan (efficiency=output-input). Konsistensi juga disebut dengan prediktabilitas, dimana hasil dapat diprediksi sebelum keluar.
Mengenai Keadilan
Pada bagian awal buku ini menceritakan tentang bagaimana etika pembangunan ingin dan berusaha mencegah kesengsaraan di dunia yang tidak bisa dihindari oleh banyak individu. Harga dari perubahan yang dibawa oleh pembanguna kerap dikenakan kepada yang lemah seperti pada hutang internasional atau structural adjustment programs (SAP). Keadilan dalam pembangunan dikategorikan menjadi tiga hal: pembagian hasil atau keuntungan dari pembangunan, melihat kesenjangan yang ada di masyarakat, dan pertumbuhan (dalam terma ekonomi). Keadilann pasti selalu berhubungan dengan keadilan dalam lingkup hukum.
Mengutip dari Julius Nyerere ada tiga aspek yang harus dipenuhi demi mencapai keadilan dalam sebuah Bangsa: perbedaan dalam pemasukan individu, akses ke dalam pelayanan publik, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ketiga hal tersebut berdampak pada kehidupan yang sejahtera dan kesetaraan dimata hukum. Michael Walzer juga dikutip mengenai kriteria keadilan: jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar, pasar untuk barang dagangan, pembagian sumberdaya kepada masyarakat, lapangan pekerjaan, pendidikan, kasih sayang, pengakuan dan kekuatan politik.
Keadilan dapat dikaitkan pula dengan kesetaraan. Segala hal yang tidak setara maka tidak adil, maka dari itu, penyelesaian masalah harus setara dalam pembangunan. Namun pendekatan macam ini dibantah dengan pendekatan kebutuhan dasar, dimana kebutuhan dasar manusia berbeda-beda, kebutuhan orang dewasa tidak mungkin sama dengan balita, begitupula antara balita dengan lansia. Adapun pandangan ekonomis tentang keadilan bertumpu pada upah, dimana upah/gaji didapatkan dari pekerjaan yang seseorang lakukan.
Alokasi yang adil terhadap sumberdaya yakni dengan memberikan sumber daya bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik, dan keadilan juga berkenaan dengan prosedur yang baik yang dibatasi oleh wilayah. Keadilan bergantung kepada dimana kita menginjakkan kaki.
Luasnya Etika Pembangunan & Perbandingan
Meskipun masih banyak konsep yang perlu diulas dalam etika pembangunan, ada baiknya para pembaca membeli buku Des Gasper ini. Pada bab selanjutnya, masih ada ulasan mengenai kekerasan, keamanan, pembangunan manusia, kebutuhan dasar dan kebutuhan manusia begitupula dengan kebudayaan yang selalu dianggap bertabrakan dengan pembangunan. Dimana letak etika dalam dimensi-dimensi pembangunan diatas turut diulas oleh dosen ISS ini.
Buku mengenai Development banyak ditemukan di ranah ekonomi seperti karya Michael P. Todaro yang kerap mengulas tentang teori pembangunan, namun dengan pendekatan yang neoliberal. Buku Todaro ini juga membicarakan keberadaan negara dunia ketiga yang ulasannya kurang lebih sama kuatnya dengan karya Des Gasper, namun buku ini menekankan kepada kelompok-kelompok non-pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan.
Buku terbitan Zed Books juga sering mengulas tentang pembangunan, terutama permasalahan-permasalahan pembangunan. Dalam buku yang disunting oleh Wolfgang Sachs, The Development Dictionary, ada ulasan singkat tentang etika, namun karena hanya satu bab, pastinya tidak semendalam Des Gasper. Apalagi logical framework analysis yang digunakan Gasper termasuk masih jarang diulas dalam buku-buku bertemakan pembangunan.
Selain itu, ada buku pegangan tentang pembangunan berjudul Understanding Development karya Paul Hopper. Buku ini mengulas segala lini mengenai pembangunan, mulai Millenial Development Goals dan Sustainable Development Goals sampai pada paradigma ethno-development dan post-development. Pembahasan ethno dan post ini memuat ulasan mengenai letak etika pembangunan yang kurang lebih sama dengan Des Gasper dengan menekankan model pembangunan yang menyesuaikan dengan kebutuhan di suatu wilayah.
Dengan fokus pada etika dalam pembangunan, karya Des Gasper ini menjadi salah satu bahan ajar yang menarik dalam studi pembangunan dan juga pantas digunakan bagi mereka yang bekerja di ranah pembangunan, baik sebagai policymaker ataupun mereka yang bekerja di lembaga donor internasional. Meskipun beberapa sub-bab buku ini terkesan sangat filosofis, akan tetapi ada contoh-contoh yang dibeberkan oleh penulis yang turut menunjang kemudahan pembaca dalam memahami makna filosofis yang ada. (rez)