Derasnya Fantasi Samudra Dongeng

Judul Buku: Harun dan Samudra Dongeng

Penulis: Salman Rushdie

Penerbit: Serambi

Tahun Terbit: 2011

Tebal Buku: 234 hlm

Bagi penikmat buku yang menginginkan cerita fiksi khas keajaiban negeri dongeng namun tidak terlalu kekanak-kanakan untuk dibaca, novel Salman Rushdie ini bisa dimasukkan ke dalam daftar bacaan. Atau jika ingin membacakan ini untuk anak-anak pun kisahnya tetap sesuai, sebagai cerita pengantar tidur. Dongeng memang tidak pernah terlalu usang untuk dibaca setiap jenjang usia. Yang membedakan adalah pemaknaan pembaca atas dongeng yang ia baca.

Harun dan Samudra Dongeng merupakan kisah pertama dari anak seorang pendongeng di negeri fantasi Alifbay. Cerita bermula dari salah satu kota sedih di negeri tersebut. Saking sedihnya, kota itu tidak dapat mengingat namanya sendiri. Namun, ada satu rumah yang dipenuhi dengan keceriaan, ialah rumah Rasyid Khalifa. Rumahnya terletak di jantung kota, di antara reruntuhan gedung-gedung yang terlihat seperti sekumpulan hati yang patah. Penggemarnya menyebut ia sebagai Rasyid sang Samudra Khayal, selalu memiliki kisah menyenangkan untuk diceritakan. Bagi musuhnya, ialah sang Raja Omong Kosong. Rasyid Khalifa tinggal dengan Harun, anak laki-lakinya yang ceria dan Soraya, istrinya yang selalu bernyanyi.

Suatu hari, hal aneh terjadi. Soraya mendadak berhenti bernyanyi. Harun yang menyadari akan hal ini merasakan adanya masalah yang tidak ia ketahui. Rasyid tidak menyadari bahwa situasi di rumah telah berubah. Hingga suatu ketika, ibunya pergi dengan tetangga mereka, Pak Sengupta. Ibunya pergi tepat pada pukul 11:00, Harun jadi tidak bisa mengingat hal-hal lebih dari 11 menit. Rasyid tidak tahu apa yang harus dilakukannya, Harun menjadi marah dan berkata bahwa dongeng-dongeng Rasyid tidak berguna. Sekarang, ia kehilangan ibunya. Rumah Rasyid Khalifa kini juga diliputi kesedihan.

Saat itu, sedang musimnya kampanye untuk pemilihan umum negeri Alifbay. Rasyid yang tersohor sebagai pendongeng dan disukai orang banyak diincar oleh para politikus agar berbicara dalam kampanye mereka. Ia diminta mengatakan hal-hal baik tentang calon kandidat pemimpin agar orang-orang memilihnya karena banyak orang menyukai Rasyid Khalifa dan dongeng-dongengnya. Tetapi, begitu Rasyid Khalifa naik ke atas panggung, ia mendadak tidak dapat berbicara. Ia dimasukkan ke kantor, dituduh berkomplot dengan lawan politik dan lidahnya terancam dipotong. Ia meminta kesempatan di kota selanjutnya dan berjanji untuk melakukannya lebih baik lagi.

Harun turut merasa bersalah karena menyebut dongeng-dongeng ayahnya tidak nyata. Perkataannya telah membuat Rasyid Khalifa kehilangan kepercayaan diri untuk mendongeng. Bagaimanapun, mereka melanjutkan perjalanan ke kota K dengan menaiki Mobil Pos yang berkecepatan tinggi. Sesampainya di sana mereka disambut oleh ketua partai kota K, salah satu calon terkuat pada pemilihan umum yang akan datang.

Di kota K ini Harun bertemu dengan makhluk kecil bersorban di kamar mandi ayahnya. Ternyata inilah sang Jin Air dari Samudra Dongeng yang menyediakan bahan-bahan dongeng bagi Rasyid Khalifa, kemudian menransfer pasokan dongeng dengan menyamakan gelombang pikiran. Jin Air datang untuk memutus hubungan kerja sama dengan Rasyid Khalifa atas permintaannya. Harun bersikeras bahwa ayahnya tidak mungkin menyerah dan berhenti mendongeng. Ia meminta untuk bertemu dengan Pengawas Besar, sang Anjing Laut, di Samudra Dongeng agar ayahnya tetap mendapatkan pasokan kisah untuk dongeng-dongeng ajaibnya.

Dari sinilah perjalanan Harun bermula untuk menemui sang Anjing Laut. Dengan menaiki Burung Bulbul pilihannya, Harun dan Jin Air berangkat. Mereka menuju Kota Gup di Kahani, bulan kedua bumi, demi sampai di pantai Samudra Arus Dongeng. Meskipun perjalanan ke Kahani hanya butuh beberapa kepakan sayang Burung Bulbul, ternyata keadaan Kota Gup sedang kacau. Putri Batcheat telah diculik oleh Bezaban. Raja Chattergy dan Anjing Laut tidak akan punya waktu untuk keinginan Harun yang kecil dibandingkan hilangnya putri kerajaan. Selain itu, Samudra Dongeng sedang tercemar racun dan harus segera ditangani.

Beberapa nama yang digunakan dalam novel ini berasal dari bahasa Hindustan, seperti Alifbay yang berarti “abjad”. Gup, dalam Kota Gup, berarti “gosip” atau “omong kosong”. Nama Harun dan Rasyid diambil dari nama seorang khalifah yang ternama dari Baghdad, Khalifah Harun al-Rasyid. Salman Rushdie banyak menggunakan permainan kata dalam novel ini. Ia seolah memberikan karakter yang ‘hidup’ bagi setiap kata.

Novel ini bisa dibilang merupakan persembahan Rushdie sebagai seorang ayah kepada anaknya, Zafar. Penulis memang telah tersohor dengan karya sebelumnya, Midnight’s Children yang meraih Booker Prize 1981, dan The Satanic Verses yang meraih Whitbread Prize 1988. The Satanic Verses mengundang kontroversi sejak pertama kali diterbitkan karena dianggap menistakan Islam, Muhammad, dan Al Quran. Bukunya sempat dilarang beredar dan penulis difatwa mati oleh pemimpin Iran, Ayatollah Khomeini.

Sebenarnya, patut diakui bahwa kemampuan Rushdie dalam menulis kisah fantasi bisa sangat ‘berbahaya’. Bisa dibilang Harun dan Samudra Dongeng ini adalah karya lain dari penulis yang lahir dari imajinasi ‘berbahayanya’. Namun itulah yang membuat karya-karya penulis menarik untuk dibaca. Tidak sekedar menyajikan kisah petualangan fantasi dengan makhluk-makhluk aneh khas dunia khayal, penulis menyuguhkan permainan kata dan sedikit-banyak merefleksikan perilaku sehari-hari. Misalnya hubungan Rasyid Khalifa dengan para politisi, atau komunikasi ayah dan anak ala Rasyid dan Harun. (ich)