Dana Bantuan dan Kenyataan di Baliknya

Judul Buku: Why We Lie About Aid?

Penulis: Pablo Yanguas

Penerbit: Zed Books

Tebal Buku: vii+267 halaman

Tahun Terbit: 2018

AID atau dalam bahasa Indonesia kerap disebut sebagai dana bantuan, merupakan sesuatu yang tidak asing, baik untuk lembaga negara ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO). Banyak negara, terutama yang masih berkembang, kerap menerima dana bantuan, dari negara lain maupun dari lembaga donor internasional. Seperti apa lembaga donor internasional? Pastinya pernah mendengar AUSAID atau USAID kan? Bahkan tidak sedikit pula yang “proyekan” dengan mereka. Tidakkah terbersit mengenai uang miliaran tersebut muncul darimana? Dan kenapa mereka sangat dermawan dalam membagikan miliaran uang tersebut? Banyak pertanyaan yang seharusnya muncul saat kita menerima dana bantuan yang tidak kecil nominalnya. Namun memang nalar kritis bias dibungkam dengan uang, itu sudah menjadi tradisi yang menarik di bumi ini. Buku karya Pablo Yanguas ini akan menguak lika-liku mengenai dana bantuan yang mengalir di seluruh dunia.

Diawali melalui sebuah cerita mengenai dana bantuan dari Irlandia kepada Nigeria guna menanggulangi kemiskinan disana, malah dikorupsi oleh perdana menteri yang sedang menjabat. Permasalahan ini tidaklah sebegitu booming, namun Irlandia meminta uangnya untuk dikembalikan dan mereka akan turun sendiri untuk melihat distribusi uangnya. Pertanyaan dari masyarakat dan media massa Irlandia pun mulai bertubi-tubi keluar mengenai transparansi dana bantuan yang sampai kecolongan dan masuk dompet pejabat Nigeria. Muncul berbagai pertanyaan dari publik Irlandia mengenai asal muasal dana bantuan tersebut, setelah itu, kenapa sampai salah sasaran? Publik Irlandia sangatlah pandai jika mempertanyakan hal ini. Meskipun hanya seperser dari pemasukan negara, namun banyak yang juga membutuhkan dana bantuan tersebut didalam negeri seperti juga diluar negeri. Pandangan macam inilah yang jarang diperhitungkan oleh lembaga donor.

Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan sangat erat dengan ekonomi dan politik. Pembahasan mengenai pembangunan sendiri selalu dikategorikan ekonomi-politik di berbagai penerbit, hanya penerbit semacam Zed Books yang memberi label khusus development.  Usaha-usaha mencapai apa yang disebut dengan kemajuan dan pembangunan juga tidak terlepas dari konflik politik yang ada di suatu negara. Kemunculan revolusi industri pun bisa ditarik jauh hingga Glorious Revolution di Inggris, begitupula perkembangan yang ada di Amerika Serikat berasal dari perang saudara yang terjadi demi melawan perbudakan, begitupula transisi demokrasi yang terjadi di Spanyol setelah lama dihinggapi oleh kediktatoran dari kelompok kanan maupun kiri. Pembangunan sendiri menggaungkan perubahan, maka dari itu jurnal ternama mengenai pembangunan berjudul Development and Change.

Dana bantuan lah yang menjadi katalis dari perubahan tersebut. Dana inilah yang membantu perubahan terjadi di tingkat nasional maupun lokal di suatu daerah. Bahkan tidak jarang juga mendorong pemimpin sebuah negara atau daerah untuk berinovasi demi perubahan. Namun semua hal ini hanyalah topeng untuk menutupi luka yang masih ada dan membusuk seiring berjalannya waktu. Kita hanya akan melihat hal-hal yang baik saja untuk diekspos ke media massa maupun laporan pertanggungjawaban. Menurut Yanguas, memberikan pil untuk anak-anak yang terjangkit malaria tidaklah menyelesaikan sepenuhnya permasalahan malaria yang terjadi di Afrika, seperti pula memberikan sekolah kepada yang membutuhkan bukan berarti mereka akan mendapat pendidikan sesuai dengan standar lembaga donor. Kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan yang berusaha diselesaikan oleh lembaga donor tidak akan selesai, karena keburukan-keburukan tersebut adalah sesuatu yang dipelihara oleh institusi korup yang menerima bantuan dana tersebut.

Banyak buku lain yang sudah pernah membahas mengenai dana bantuan, seperti Why Nations Fails karya Daren Acemoglu dan James Robinson, dan juga beberapa pemikir sosial dan politik lainnya yang berusaha menemukan akar masalah dalam dana bantuan. Akan tetapi, argument Yanguas dalam buku ini benar-benar komprehensif, dimulai dari institusi korup yang acapkali menggelapkan dana bantuan tersebut. Dana bantuan tidaklah hanya berkutat kepada transaksi bahwa uang yang dikeluarkan harus membantu tiap orang yang ada di negara penerima dana, namun dana bantuan juga berbicara mengenai perubahan pola piker secara mendasar agar tidak diselewengkan. Permasalahan penggelapan dana bantuan ialah karena pola piker yang masih terbelakang dan tidak berfokus pada pengembangan individu warga negara, melainkan memperkaya personil dari lembaga negara penerima dana bantuan. Pemikiran yang bersifat abstrak seperti etika dan moralitas kurang ditekankan dari lembaga donor internasional, sehingga banyak uang yang diselewengkan. Moral dan Etika dianggap tidak aplikatif.

Buku Why Nations Fails yang benar-benar mem-booming jika bicara mengenai pembangunan. Kedua penulis buku ini adalah keturunan dari kelompok neo-institutionalism yang sedang marak di berbagai belahan dunia, bahkan Perdana Menteri David Cameron pun ikut membacanya. Banyak ide-ide yang dicetuskan oleh mereka berdua mengenai polarisasi dunia, antara demokrasi dan kediktatoran, antara korupsi dengan peraturan perundangan dan antara kolusi melawan pasar bebas. Pandangan dalam buku Yanguas ini pun juga kurang lebih sama mengenai lingkungan dan juga kekayaan ditangan beberapa orang saja, namun fokusnya kepada lembaga donor yang tidak boleh kita lupakan dan menjadi ciri-khas buku ini.

Politik perubahan yang dibahas dalam buku ini pun juga bisa dianggap baik maupun buruk. Contoh yang diberikan oleh si penulis adalah Sierra Leon pasca perang saudara. Presiden Ahmad Tejan Kabbah di tahun 1999 mengeluarkan kebijakan War Against Corruption. Sekilas terlihat menarik, namun kebijaka tersebut bukanlah inisiatif Tejan, melainkan sebuah kebijakan yang dikendalikan oleh lembaga donor yang membantu Tejan secara finansial saat maju sebagai presiden. Mereka menyerukan kepada Tejan untuk mengubah system keuangan yang tidak efisien agar dana yang digelontorkan dapat tepat sasaran. Hasilnya adalah Komisi Anti-Korupsi yang dibantu oleh Departemen Pembangunan International dari Inggris (DFID). Terlepas komisi ini independen, namun penujukkan anggota dilakukan oleh Presiden Tejan dan secara finansial bergantung kepada DFID. Setelah beberapa tahun berjalan, CAC memang berhasil untuk menanggulangi beberapa masalah korupsi yang sesuai dengan kemampuan mereka, tetapi tidak bertentangan dengan keinginan Presiden ataupun DFID. Tetap masih ada halangan dalam membersihkan korupsi sepenuhnya.

Beberapa lembaga donor yang disebutkan ialah: DFID (Inggris), Irish Aid (Irlandia), World Bank, GTZ (Jerman), Open Society Initiative (George Soros), UN Peacebuilding Fund, IMF dan masih banyak lagi, dimana lembaga donor internasional tersebut memiliki keterbatasan seperti: kontrak tanpa kondisi, dijelaskan bahwa kontrak pemberian dana bantuan tidak memberikan kontribusi sama sekali dalam meningkatkan GDP dikarenakan ketergantungan yang terbentuk dari kontrak tersebut, dana yang masuk hanyalah digunakan untuk barang atau jasa sekali pakai, tidak berbentuk pengembangan diri individu di negara penerima dan bantuan; Usaha untuk melakukan harmonisasi yang kerap gagal, karena harmonisasi terkesan dipaksakan oleh lembaga donor tanpa melihat kondisi pemerintah yang ingin terus berkuasa, mereka (lembaga donor) ingin menukar kepemilikan pribadi demi kesejahteraan masyarakat yang biasanya akan berhadapan dengan pemerintah dan nantinya justru memunculkan ketidakselarasan antara pemerintah dan lembaga pemberi dana bantuan.

Beberapa problematika lain juga diungkap dalam buku bertebal 267 halaman ini mengenai dana bantuan. Sebelum menyelam lebih dalam, saya sarankan untuk membaca buku Why Nation Fails sebagai pengantar. Meskipun bukan buku daras, karya Pablo Yanguas ini menggunakan bahasa yang cukup rumit dan memiliki beberapa singkatan yang harus kita cari lebih jauh penjelasannya. Maklum, karya ini hasiol riset beliau selama puluhan tahun dan dirangkum dalam satu buku yang dahsyat. Penggunaan judul yang popular sebenarnya menjad platform dari Zed Books tiap kali mereka menerbitkan buku. Penerbit inilah yang berhasil mempopulerkan karya ilmiah. Saya sangat menyarankan penerbit ini bagi yang mengambil perkuliahan Studi Pembangunan atau Ekonomi Pembangunan. (rez)