Judul Buku: Cooperatives Confront Capitalism
Penulis: Peter Ranis
Penerbit: Zed Books
Tebal Buku: 171 halaman
Tahun Terbit: 2016
Kapitalisme era global ini sudah semakin menjadi-jadi. Banyak sektor yang sudah diduduki oleh para kapitalis bersama kebijakan ekonomi neoliberal mereka. Masyarakat terkadang terlihat tidak berdaya karena mereka tidak memegang tampik kekuasaan yang sesungguhnya. Adapun tendensi-tendensi kekuasaan yang dibawa kaum kapitalis terlihat bagaimana mereka sangat dekat dengan kelas penguasa agar bisa memegang sepenuhnya ekonomi sebuah negara. Sudah banyak pemikir yang berusaha menguak permasalahan ini, tetapi naasnya, teori yang mereka buat hanyalah sekedar teori saja. Berat memang mengimplementasikan “Kekuasaan Rakyat” terutama yang berfokus pada buruh dan tani. Peter Ranis disini menyuguhkan bahwa kekuasaan semacam itu memungkinkan direalisasikan dengan keberadaan koperasi buruh, untuk lebih lengkapnya simak resensi berikut ini.
Koperasi Buruh telah menarik perhatian banyak pemikir yang mengabdikan dirinya untuk mempelajari keberadaan mereka sepenuhnya. Dasar dari kepercayaan terhadap koperasi ini adalah keyakinan bahwa buruh laki ataupun perempuan secara produktif dapat menyediakan penghidupan (memenuhi kebutuhan pokok) tanpa perlu adanya seorang tuan tanah, mandor, pengawas, supervisor dan jenis anggota manajerial lainnya.
Ialah sistem penggajian atau pengupahan yang terus menerus membuat buruh tereksploitasi dan dimana para kapitalis selalu mengambil keuntungan. Untuk memahami lebih lanjut maka dibutuhkan analisa hirarkhis mengenai hubungan antara buruh dan kapitalis agar mengetahui “kapital” ini akan digunakan untuk apa dan oleh siapa, penjelasan ini akan sangat panjang dan ada sepenuhnya dalam buku dengan tebal 171 halaman ini. Namun koperasi telah memberikan kebebasan dari hubungan eksploitasi yang dilakukan kaum kapitalis kepada golongan pekerja.
Marx lah dalam bukunya Kapital Volume 1 yang menjelaskan ketidakpekaan buruh terhadap keberadaan komunitasnya dan tenaga kerjanya hanya muncul saat ada komoditas yang terbeli. Kenyataannya, tenaga kerja buruh dari unit produksi yang berbeda merepresentasikan dua hal: Pekerja memproduksi sebagai sekelompok individu dan pekerja sebagai bagian dari masyarakat yang telah mendapatkan nilai lebih (profit/keuntungan) melalui produksi dan transaksi dalam pasar. Produk sejatinya tidak begitu berarti jika tidak masuk kedalam pasar. Pengakuan satu pekerja atas hasil pekerja yang lain hanya terjadi saat sebuah produk terjual. Padahal sebuah produk yang dijual akan dibeli oleh pekerja lain yang dia memproduksi sebuah produk yang dibeli oleh pekerja di lain tempat. Inilah yang disebut Marx sebagai Sirkulasi Uang Kerja yang terus berputar dan memperkuat kapitalisme. Hal ini terjadi juga karena buruh tidak awas terhadap kuantitas mereka yang banyak terlepas mereka berasal dari perusahaan/pabrik yang berbeda.
Salah satu contoh yang diangkat dalam buku ini adalah koperasi buruh pabrik di Argentina yang menguasai gerakan-gerakan demonstrasi pada tahun 2001. Mereka berhutang budi pada momentum krisis ekonomi dan sosial yang terjadi di Argentina yang membawa pengangguran dan kemiskinan. Bangkrutnya pabrik dan perusahaan menghasilkan PHK besar-besaran dan mendorong para buruh untuk mencari pemulihan atau perbaikan akan kondisi yang mereka keluh kesahkan. Salah satunya adalah pembentukan koperasi buruh yang didukung oleh regulasi Argentina. Membentuk koperasi ini menjadi langkah utama yang legal yang dilakukan oleh para buruh agar dapat kembali masuk kedalam pabrik untuk mengawali kembali produksi barang dan jasa. Hasilnya merupakan sebuah pujian bagi koperasi buruh Argentina yang berhasil menyediakan alternatif saat memproduksi dibawah tekanan ekonomi kapitalis sekaligus memberikan kritik terhadap model organisasi tempat kerja kapitalis yang bersifat kuno.
Yang selalu menjadi masalah bukan lah merebut kekuasaan, tapi bagaimana mempertahankan kekuasaan tersebut. Kekuatan buruh pasca krisis 2001 ternyata hanya berjalan sangat singkat dimana pada tahun 2003, 2007 dan 2011 setelah pemilihan Presiden Nestor Kirchner dan Cristina Fernandez de Kirchner yang berasal dari Koalisi Peronis, mengembalikan Argentina kepada demokrasi liberal. Maka dari itu, kemungkinan untuk membangun kekuatan, otonomi dan akses spesial dari kelas pekerja telah terpinggirkan. Kerjasama dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan pemikir Kiri dalam mendukung keberadaan koperasi ini membuat para buruh mampu mempertahankan koperasi mereka ditengah-tengah Argentina yang penuh dengan kepentingan. Terutama kepentingan ekonomi dimana para kapitalis telah memegang, baik kapital maupun pemerintah. Yang patut diacungi jempol adalah pabrik-pabrik yang dimiliki oleh para buruh di Argentina membuat mereka mulai meninggalkan gerakan-gerakan sosial yang merupakan corak lama dari perjuangan buruh. Kekhasan para kelas pekerja di Argentina ialah mempertahankan pekerjaannya dengan cara yang non-konforntatif dan menghormati keberadaan otoritas moral sebagai perwujudan untuk membangkitkan kembali produksi barang dan jasa dalam skala nasional di Argentina. (rez)