Belajar Ekonomi Sekaligus Belajar Pancasila

Judul Buku: Polemik Ekonomi Pancasila

Penulis: Tarli Nugroho

Penerbit: Mubyarto Institute

Tebal Buku: 928 halaman

Tahun Terbit: 2016

Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mencetak banyak akademisi ternama di Indonesia. Nama mereka melambung hingga mancanegara. Salah satu dari rentetan panjang akademisi ini adalah Tarli Nugroho, Dosen Fakultas Ekonomi UP45 (sama seperti Dawam Rahardjo) dan juga peneliti di Pusat Studi Pancasila (PSP UGM). Ia mengawali langkahnya dengan berkuliah di jurusan Teknik Industri Pertanian, Fakultas Pertanian UGM. Berawal dari pertanian bukan berarti tidak bisa bicara Pancasila. Ilmu tidak mengenal batasan. Bidang yang ia kembangkan sekarang ialah seputar Ekonomi Pancasila. Meskipun banyak perdebatan yang belum usai mengenai Ekonomi Pancasila, namun tidak mengurungkan niat Tarli untuk memperkuat pondasi teori ekonomi yang berusaha dikembangkan di Indonesia. Dengan mengumpulkan karangan-karangan tersebar dari sejumlah ekonom Indonesia, buku ini adalah buku daras untuk memahami Pancasila dari sisi ekonomi.

Sebelum memasuki kepada pembahasan pokok mengenai Ekonomi Pancasila, pendahuluan dari buku Tarli ini cukup menarik untuk disoroti. Ia menjelaskan mengenai fenomena “intelektual pengecer” yang ia kutip dari Arief Budiman. Tatkala perkembangan teori sangat pesat sekarang, para sarjana, yang sampai pada tingkat guru besar pun menjajakan pemikiran yang sudah jadi dan siap untuk diajarkan. Tarli menganalogikan para sarjana ini seperti penikmat makanan yang hanya bisa mengkritik dan memberi komentar tapi tidak berdaya jika masuk kedalam dapur dan disuguhi bahan mentah. Singkat kata, mereka tidak mampu menciptakan teori-teori baru, hanya mendompleng dan menghubungkan sebuah teori kepada permasalahan yang ada di Indonesia. Mereka lah generas_i textbook_. Akademisi seperti inilah yang dikritik Soekarno.

Adapun banyak pemikiran modern dari bapak bangsa Indonesia menghilang karena tergerus oleh zaman. Gagasan mereka mulai memudar tatkala sudah jarang didiskusikan dan juga karena sistem pengarsipan yang buruk di Indonesia. Buruknya infrastruktur pengetahuan inilah yang menurut Tarli berakibat pada merosotnya gaya berpikir dan usaha pengembangan atau penciptaan teori di Indonesia. Namun, dalam poin pengumpulan berkas, memang bisa dibilang susah, bukan mustahil. Buku ini adalah usaha Tarli dalam memperjelas keberadaan Ekonomi Pancasila dan berusaha untuk memperbaiki pengarsipannya. Karena baginya, Ilmu Pengetahuan adalah Pengetahuan yang terhimpun lalu direkonstruksi dan ditata dengan rapi.

Untuk pembahasan Pancasila, penulis menjelaskan dua pandangan ekonom ternama, Emil Salim dan Mubyarto. Banyak seminar membahas mengenai polemik ini, dimulai di Yogyakarta. Dalam seminar tersebut, Ekonomi Pancasila dimaknai sebagai gagasan sistem ekonomi, bukan teori ekonomi yang baru. Paradigma tersebut dicetuskan oleh Emil Salim yang tidak terlalu konfrontatif terhadap ekonomi neoklasik. Bagi Emil, tidak ada teori yang salah, yang ada ialah penerapannya yang kurang baik. Sedangkan Mubyarto menganggap Ekonomi Pancasila sebagai alat kritik terhadap teori ekonomi neoklasik, ia hendak membuat Ekonomi Pancasila menjadi sebuah teori ekonomi yang baru. Usaha Mubyarto ini mendapati kritik dari Arief Budiman, yang mengatakan bahwa teori tersebut masih kekurangan konsep. Belum layak disebut teori.

Hatta disisi lain, menganggap bahwa ada tiga paradigma ekonomi: teori ekonomi, politik ekonomi dan orde ekonomi. Tiga hal ini berbeda namun kerap dianggap sama. Berikut adalah penjelasan singkat dari buku ini. Teori Ekonomi merupakan ilmu empiris yang berusaha untuk memberikan keterangan mengenai cara manusia mencapai kemakmuran. Politik Perekonomian adalah strategi untuk melaksanakan teori ekonomi tersebut secara masuk akal dalam tindakan yang nyata. Dan Orde Ekonomi ialah organisasi ekonomi yang dibentuk guna memecahkan persoalan ekonomi yang bersifat historis-relatif. Penulis menjelaskan bahwa usaha Mubyarto sejatinya bukan memunculkan teori ekonomi baru, akan tetapi justru membangun politik perekonomian. Sedangkan Emil Salim berusaha menerapkan Ekonomi Pancasila sebagai orde ekonomi.

Dapat dilihat sekilas bahwa Tarli Nugroho dalam karyanya ini, ingin menjelaskan pertarungan ide mengenai Ekonomi Pancasila. Hampir semua karangan yang ia masukkan kedalam bukunya ini diberi catatan tersendiri. Ia hendaknya melakukan kritik juga terhadap para penggagas Ekonomi Pancasila. Belum pernah ada buku mengenai Pancasila dari perspektif Ekonomi, selain karya Mubyarto, yang se-komprehensif buku tulisan dan suntingan Tarli Nugroho ini, usaha yang memang luar biasa demi memperkenalkan Ekonomi Pancasila kepada khalayak umum. Inilah buku daras mata kuliah Sistem Ekonomi di Indonesia. (rez)