Anarkisme ala Rothbard: Kritik Negara dengan Pendekatan Ekonomis

Judul Buku: Anatomi Negara

Penulis: Murray N. Rothbard

Penerbit: Penerbit Parabel

Tebal Buku: xxiii+100 halaman

Tahun Terbit: 2018

ISBN: 9786026171931

Anarkisme memiliki banyak varian, ada anarko-sindikalisme yang dekat dengan kelompok buruh, ada anarko-feminisme yang digawangi oleh Emma Goldman, terdapat pula anarkisme-hijau yang peduli dengan kasus & permasalahan selutar lingkungan hidup, tapi yang menarik, ada pula anarko-kapitalisme atau libertarianisme seperti yang dibawa oleh Murray N. Rothbard.

Rothbard sendiri bisa dibilang teoritisi ekonomi namun memiliki kecenderungan tidak suka dengan campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar. Ketidaksukaan ini menjadi begitu radikal sehingga ia justru menjadi anarko-kapitalisme alih-alih menjadi liberal atau penganut ekonomi klasik. Buku-bukunya tetap membahas permasalahan ekonomi, namun erat hubungannya dengan penolakan terhadap keberadaan pemerintah di dalam ekonomi. Kelompok ekonom yang berhaluan sama dengan Rothbard biasanya disebut sebagai Mazhab Austria (Ludwig von Mises, Friederich A. Hayek, & Milton Friedman).

Nuansa anarkisme dalam benak Rothbard terlihat betul dalam buku ini. Dibuktikan pada tulisan awal yang mempertanyakan metafora bahwa negara adalah “kami”. Penulis mencontohkan bahwasanya negara sering menyerang & melukai masyarakat nya sendiri sehingga tidak pantas disebut negara adalah kami. Metafora tersebut hanyalah untuk menarik massa dan supaya negara terdengar populis. Setelah itu, negara selalu represif. Maka dari itu, Rothbard memaknai negara sebagai organisasi dalam masyarakat yang berusaha untuk mempertahankan monopoli melalui penggunaan kekuatan dan kekerasan dalam wilayah teritorial tertentu.

Pada bagian kedua, Rothbard berusaha mengulas sifat manusia melalui pandangan Franz Oppenheimer bahwa manusia mencari keuntungan dengan dua cara: cara ekonomis melalui produksi dan pertukaran barang dan cara paksaan dengan merebut barang atau jasa orang lain menggunakan paksaan dan kekerasan. Bisa direlasikan oleh para pembaca bahwa cara mencari kekayaan yang kedua ini mengilustrasikan pemerintah yang “memaksa” kita untuk membayar pajak, terlepas sudah banyak gagasan seperti tax amnesty dan mulainya dikurangi pajak dalam berbagai bentuknya. Pajak yang masih lazim ditemui dan bertahan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sering kita temui di restoran.

Pandangan umum yang diutarakan Rothbard ketika menulis buku ini adalah setelah terbentuknya negara, maka pemimpin serta minoritas elit politik negara tersebut akan berusaha semaksimal mungkin mempertahankan kekuasaannya. Adapun para penguasa tersebut membutuhkan dukungan masyarakat yang tidak diberikan dengan aktif, melainkan pasif (neriman). Para penguasa tersebut nantinya akan membuat sebuah ideologi untuk membenarkan pemerintahannya dan tugas intelektual ialah menyebarkan ideologi ini kepada khalayak umum.

Penulis menjelaskan dengan sangat bagus bagaimana kaum intelektual “dibeli” oleh pemerintah dengan mendapat posisi diantara mereka (pemerintah). Hal ini terjadi karena posisi intelektual acapkali tidak aman di pasar bebas dan masyarakat tidak tertarik dengan aktivitas intelektual, sehingga mereka dibeli oleh pemerintah dan dengan itu, terbangunlah aliansi antara pemerintah dan kaum intelektual. Permasalahan ini seringkali kita dapati di Indonesia, tidak jarang orang yang dulu dianggap aktivis & intelektual justru menjadi bagian dari pemerintah yang ia tuding sebagai oligarki. Bisa pembaca pastikan bahwa intelektual tersebut pasti sudah diberi posisi yang menghasilkan uang untuk kehidupannya. Kalau saja bukunya laris terjual mungkin seorang intelektual tak perlu menggadaikan ideologi dan idealismenya untuk menghamba kepada pemerintah.

Hal yang paling ditakuti pemerintah, menurut Rothbard, adalah ancaman terhadap kekuasaan dan keberadaannya. Adapun dua hal yang membuat negara runtuh: perang dan revolusi. Masyarakat bahkan dipaksa untuk turut serta mengamankan kedudukan negara dengan adanya wajib militer untuk “mempertahankan” dan “membela” negara, alih-alih sebenarnya mengorbankan penduduknya untuk mengamankan kekuasaan negara. Maka dari itu, kejahatan terbesar menurut negara bukanlah kejahatan terhadap individu dalam negara, tapi kejahatan yang akan merugikan negara seperti pajak. Bisa kita lihat, permasalahan yang kerap membelit Indonesia adalah korupsi. Adapun terorisme sudah menjadi kejahatan yang sifatnya politis sehingga menjadi prioritas pemerintah karena bersifat merongrong kekuasaan NKRI.

Ulasan Rothbard tentang negara ini lah yang membuatnya dianggap sebagai seorang anarko yang mendukung kapitalisme. Ia mengutarakan bahwa kekuatan sosial adalah kekuasaan manusia atas alam yang akan menguntungkan bagi tiap individu yang turut serta dalam kekuatan tersebut, sedangkan kekuatan negara adalah kekuasaan atas manusia yang sifatnya parasitik dan koersif yang berusaha menyerap keuntungan dari manusia yang sudah menguasai alam.

Sebagai seorang anarko-kapitalis dan intelektual, kajian Murray Rothbard tidak terlihat sebagai kajian intelektual menara gading yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat. Penggabungan bahasa yang propagandistik dengan bahasa yang ilmiah membuat siapapun (ahli maupun awam) mudah memahami dan mengikuti alur pikirnya. Bagi kawan-kawan yang ingin mempelajari berbagai macam varian anarkisme, saya sangat merekomendasikan Paket Belajar Anarkisme (PBA) dari KB. MURBA untuk menjadi pengantar terhadap tradisi intelektual kelompok anarko. (rez)