Judul Buku: An Introduction to Dialectics
Penulis: Theodor W. Adorno
Penerbit: Polity
Tebal Buku: 329 halaman
Tahun Terbit: 2017
Mahzab Frankfurt adalah sebuah sekolah pemikiran yang mencetak teoritisi marxian yang bergerak dibidang sosiologi dan filsafat. Didirikan di Johann Wolfgang Goethe University dan masih bertahan sampai sekarang dalam bentuk Institute für sozialforschung, sebuah institusi yang didedikasikan untuk penelitian sosial. Salah seorang jebolan Mahzab Frankfurt adalah Adorno yang bersama Max Horkheimer, merumuskan dialektika pencerahan. Jika bicara dialektika dan tidak mengacu kepada Adorno, rasanya salah besar dalam mempelajari filsafat marxis. Begawan dialektika sekaligus pemikir yang cemerlang, teori-teorinya masih relevan hingga sekarang, ia lebih ke pemikir dibandingkan aktivis dan bukunya yang satu ini adalah kumpulan perkuliahan mengenai dialektika yang ia berikan di almamaternya, Goethe University.
Apa sebenarnya dialektika itu? Banyak pemuda yang mengaku dari golongan kiri dengan sombongnya mengulang-ulang kata ini, namun apa sejatinya makna dari dialektika itu sendiri mereka masih bingung. Para aktivis organisasi yang mencap dirinya sendiri sebagai marxis, dan punya materi mengenai marxisme dan neomarxisme dalam pelatihannya ternyata gagal memahami dialektika secara mendalam, berat memang memahami dialektika, tetapi bukan tidak mungkin.
Awalnya, dialektika ialah suatu usaha untuk mengatasi segala bentuk dari konsep argumentasi palsu atau kesesatan berfikir dan berusaha mengartikulasikan pikiran konseptual dalam bentuk yang keras (material). Konsep kuno dari dialektika adalah konsep dari metode filsafat. Dialektika juga lah sebuah metode berfikir dan sebuah susunan spesifik yang ada dalam benda-benda. Bagi Plato, dialektika adalah tata cara berfikir filosofis yang ada tapi tak kasat mata, dan selalu hidup dalam kesadaran kita tanpa kita sadar akan keberadaannya. Dialektika platonik adalah sebuah doktrin yang membantu kita menata konsep kita dengan benar.
Pada beberapa titik yang lebih jauh, Adorno memaknai dialektika sebagai usaha menegakkan keadilan, penentuan sebuah kualitas terhadap sesuatu dan wajah suatu masalah melalui pertanyaan. Hampir sama dengan Hegel dalam memaknai konsep dalam karyanya Phenomenology of Spirit dimana dia mengartikan konsep sebagai sesuatu yang mendefinisikan sebuah barang dan keberadaan barang itu sendiri. Konsep bukan hanya sesuatu yang diabstraksi dari sebuah benda melainkan juga intisari dari benda itu sendiri. Kesulitan dalam menggunakan konsep untuk dialektika bagi mereka yang tidak biasa dalam bidang studi ini ialah membingkai gagasan itu (dialektika) dan mengkonsepsikan akan makna dari dialektika. Disatu sisi, dialektika adalah sebuah prosedur berfikir yang bisa dipelajari, disisi lain, kita juga berbicara mengenai sesuatu yang membuka dirinya sendiri.
Maka dari itu, metode dialektis merupakan prosedur untuk menjelaskan suatu obyek sesuai dengan adanya pergerakan karena obyek tersebut berisi kontradiksi. Adapun dialektika nyata seperti yang dikatakan Herman Weinn ialah dialektika yang berkembang dalam suatu benda yang bergerak dalam sebuah kontradiksi yang sesuai dengan konsepnya. Adorno berusaha memperkenalkan dialektika sebagai sebuah usaha untuk mengembangkan makna filosofis dari sesuatu yang bukan bagian dari subyek (obyek) yang didalamnya ada unsur material dan unsur pemikiran terhadap obyek itu sendiri. Adapula dalektika idealis pengikut Hegelian melihat sesuatu melalui pikiran (itu kenapa idealisme adalah dunia dalam pikiran) sedangkan sudut pandang Marxian memandang bahwa keberadaan sebuah barang itu sudah ada sebelum kita mengkonsepsikannya dalam pemikiran kita, ini kembali seperti pertanyaan seorang teman dari peresensi, yang ada itu masuk akal atau yang masuk akal itu yang ada, cuman pertanyaan ini hanya menjadi permainan kata saja karena belum ditemukan jawabannya hingga sekarang.
Bahasa yang digunakan oleh Adorno bisa dibilang berat dan jika diterjemahkan bisa bermakna macam-macam, namun Adorno menyebutkan bahwa setiap orang bebas memaknai pemikirannya sesuai dengan akal pikirnya masing-masing dan dilengkapi dengan kontradiksi yang berada didalam pemikirannya, masih banyak yang dibahas Adorno, namun apabila si peresensi mengartikan semua, jadinya adalah terjemahan bukan ulasan. Seorang manusia harus memiliki pemikiran yang kontradiktif berdinamika, jika seseorang tidak memiliki pemikiran yang kontradiktif dan dinamis berarti orang tersebut sudah mati secara akal.(rez)